Selasa, 03 Oktober 2017

KENAPA HARUS SAHABAT dan KENAPA HARUS SAHABATI ?

KENAPA HARUS SAHABAT dan KENAPA HARUS SAHABATI ?

“Sahabati Vien, menurut pandangan sampean, gender itu seperti apa ?”
“Sebelum saya menjawab, saya ingin memastikan dulu. Sahabat sudah paham atau belum makna gender secara garis besar ?”

(Itu adalah kutipan perbincangan saya dengan sahabat dari Cikarang melalui akun WA semalam. Tak pernah bersua, tapi tetap bertegur sapa. Perawatan kader katanya. Meski terpisah jarak dan waktu yang tak terkira hahaa)

Jujur, penulis merasakan ketenangan saat menyebut dan memanggil nama seseorang dengan panggilan sahabat. Dan jujur, penulis sangat tersanjung jika dipanggil dengan awalan sahabati. Penulis merasa namanya dihormati dan dihargai. Lembut, sopan, dan memberikan aura ketenangan. Terlalu berlebihan? Atau bahasanya sekarang, ‘alay’. Ya sudah biarkan. Karena tidak ada larangan untuk berkomentar.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan sebuah wadah dalam bentuk organisasi kemahasiswaan eksternal yang masih satu haluan dengan semua Badan Otononom Nahdhatul Ulama (meskipun PMII bukanlah Banom melainkan independen). Dari haluan yang sama itulah, penulis masih sering mendengar mereka yang tidak paham medan dengan mudah mengatakan bahwa haluan yang sama menjadikan PMII ‘ikut-ikutan’ memanggil ‘anggota’nya dengan panggilan sahabat sahabati.

Dilain waktu, penulis pernah mendengar dan membaca, dikatakan bahwa nama merupakan doa. Ibaratkan demikian, maka panggilan dari sebuah nama merupakan doa yang senantiasa teralun dari setiap mulut yang memanggil untuk siapapun yang dipanggil. Setuju ? (kalau setuju silahkan dilanjutkan membaca).

Baik dalam forum formal maupun informal, panggilan sahabat dan sahabati tetap menjadi pilihan. Karena sejak didirikannya PMII pada tahun 1960, panggilan tersebut sudah paten. Lalu pertanyaan besarnya adalah kenapa harus sahabat untuk kader putra dan kenapa harus sahabati untuk kader putri. Adakah buku pedoman dari pusat yang menjelaskan alasan dari sebutan ini? (Jika penulis boleh jujur, penulis belum pernah membaca buku tentang penjelasan panggilan tersebut. Bila ada yang punya, boleh dipijamkan kepada penulis supaya tidak jauh tertinggal).

Dari buku yang ‘sedikit’ pernah saya baca (Antologi NU Jilid II) dijelaskan bahwa sebutan sahabat berasal dari bahasa Arab, yakni shohabat. Shohabat berarti kawan atau teman dalam Bahasa. Selanjutnya, panggilan inilah yang digunakan PMII untuk menyebut para kadernya. Tidak hanya PMII. Bahkan Ansor dan Fatayat juga menggunakan panggilan yang sama.

Dan jawaban singkat dari pertanyaan besar kenapa PMII menggunakan panggilan sahabat dan sahabati adalah sekedar mengharapkan berkah. Mengapa demikian ? Generasi Islam Aswaja dalam naungan Nahdhatul Ulama tentunya sangat mencintai Rasulnya (Nabi Muhammad SAW) sebagai bentuk kepatuhannya kepada Allah SWT. Dengan memanggil orang-orang di sekitar, khsusnya dalam lingkup PMII yang berideologi sama dengan dirinya, diharapkan baik dirinya (yang memanggil) ataupan orang (yang dipanggil) sama-sama mendapatkan barakah dan dapat mencontoh perilaku sahabat-sahabat Nabi.

Seperti yang kita tahu, sahabat-sahabat Nabi adalaha mereka yang selalu setia berada di samping dan belakang Nabi untuk memperjuangkan Islam. Yang senantiasa mencontoh perilaku Nabi. Yang selalu taat dengan ucapan Nabi dengan keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman untuk seluruh umatNya, manusia yang ditunjuk dan dipilih olehNya. Kita semua saat ini memang berbeda dunia, tidak bisa berjuang seperti apa yang diperjuangkan oleh Nabi dan para sahabat beliau dulu. Namun setidaknya kita bisa mencontoh perilakuk beliau dan melakukan apa saja yang dilakukan oleh para sahabat Nabi dahulu di zaman sekarang.

Bagaimana ?
Begitu besar dan cukup berat sebenarnya harapan dari PMII dengan sebutan yang sangat sederhana untuk sekedar memanggil para kadernya dengan sebutan sahabat untuk kader putra dan sahabati untuk kader putri. Tapi kembali lagi ke tagline pertama penulis, bahwa nama adalah doa. Panggilan adalah doa yang senantiasa teralun dari siapapun yang memanggil untuk yang dipanggilnya. Begitu dalam arti dan harapan dari panggilan sederhana tersebut.


Jadi, bagi siapapun yang masih memanggil kader dengan ‘panggilan yang tidak seharusnya’ meski dengan alasan ‘agar lebih akrab dan santai saja’ meskipun dalam forum informal sekalipun, baiknya segera diperbaiki. Jika sudah tahu, maka harus dilakukan. Hargai makna dari panggilan yang telah diberikan oleh para pendiri terdahulu kita sebelum kita menegakkan kaki untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam naungan perisai PMII. 

Rayon As - Shiddiq
(Vien Yari)

1 komentar: