“Sahabati Vien, menurut pandangan sampean, gender itu seperti apa
?”
“Sebelum saya menjawab, saya ingin memastikan dulu. Sahabat sudah
paham atau belum makna gender secara garis besar ?”
(Itu adalah kutipan perbincangan saya dengan sahabat dari Cikarang
melalui akun WA semalam. Tak pernah bersua, tapi tetap bertegur sapa. Perawatan
kader katanya. Meski terpisah jarak dan waktu yang tak terkira hahaa)
Jujur, penulis merasakan ketenangan saat menyebut dan memanggil
nama seseorang dengan panggilan sahabat. Dan jujur, penulis sangat tersanjung
jika dipanggil dengan awalan sahabati. Penulis merasa namanya dihormati dan
dihargai. Lembut, sopan, dan memberikan aura ketenangan. Terlalu berlebihan?
Atau bahasanya sekarang, ‘alay’. Ya sudah biarkan. Karena tidak ada larangan
untuk berkomentar.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan sebuah wadah dalam
bentuk organisasi kemahasiswaan eksternal yang masih satu haluan dengan semua
Badan Otononom Nahdhatul Ulama (meskipun PMII bukanlah Banom melainkan
independen). Dari haluan yang sama itulah, penulis masih sering mendengar
mereka yang tidak paham medan dengan mudah mengatakan bahwa haluan yang sama
menjadikan PMII ‘ikut-ikutan’ memanggil ‘anggota’nya dengan panggilan sahabat
sahabati.
Dilain waktu, penulis pernah mendengar dan membaca, dikatakan bahwa
nama merupakan doa. Ibaratkan demikian, maka panggilan dari sebuah nama
merupakan doa yang senantiasa teralun dari setiap mulut yang memanggil untuk
siapapun yang dipanggil. Setuju ? (kalau setuju silahkan dilanjutkan
membaca).
Baik dalam forum formal maupun informal, panggilan sahabat dan
sahabati tetap menjadi pilihan. Karena sejak didirikannya PMII pada tahun 1960,
panggilan tersebut sudah paten. Lalu pertanyaan besarnya adalah kenapa harus
sahabat untuk kader putra dan kenapa harus sahabati untuk kader putri. Adakah
buku pedoman dari pusat yang menjelaskan alasan dari sebutan ini? (Jika
penulis boleh jujur, penulis belum pernah membaca buku tentang penjelasan panggilan
tersebut. Bila ada yang punya, boleh dipijamkan kepada penulis supaya tidak
jauh tertinggal).
Dari buku yang ‘sedikit’ pernah saya baca (Antologi NU Jilid II)
dijelaskan bahwa sebutan sahabat berasal dari bahasa Arab, yakni shohabat.
Shohabat berarti kawan atau teman dalam Bahasa. Selanjutnya, panggilan
inilah yang digunakan PMII untuk menyebut para kadernya. Tidak hanya PMII.
Bahkan Ansor dan Fatayat juga menggunakan panggilan yang sama.
Dan jawaban singkat dari pertanyaan besar kenapa PMII menggunakan
panggilan sahabat dan sahabati adalah sekedar mengharapkan berkah. Mengapa
demikian ? Generasi Islam Aswaja dalam naungan Nahdhatul Ulama tentunya sangat
mencintai Rasulnya (Nabi Muhammad SAW) sebagai bentuk kepatuhannya kepada Allah
SWT. Dengan memanggil orang-orang di sekitar, khsusnya dalam lingkup PMII yang
berideologi sama dengan dirinya, diharapkan baik dirinya (yang memanggil)
ataupan orang (yang dipanggil) sama-sama mendapatkan barakah dan dapat
mencontoh perilaku sahabat-sahabat Nabi.
Seperti yang kita tahu, sahabat-sahabat Nabi adalaha mereka yang selalu
setia berada di samping dan belakang Nabi untuk memperjuangkan Islam. Yang
senantiasa mencontoh perilaku Nabi. Yang selalu taat dengan ucapan Nabi dengan
keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman untuk seluruh umatNya,
manusia yang ditunjuk dan dipilih olehNya. Kita semua saat ini memang berbeda
dunia, tidak bisa berjuang seperti apa yang diperjuangkan oleh Nabi dan para
sahabat beliau dulu. Namun setidaknya kita bisa mencontoh perilakuk beliau dan
melakukan apa saja yang dilakukan oleh para sahabat Nabi dahulu di zaman
sekarang.
Bagaimana ?
Begitu besar dan cukup berat sebenarnya harapan dari PMII dengan
sebutan yang sangat sederhana untuk sekedar memanggil para kadernya dengan
sebutan sahabat untuk kader putra dan sahabati untuk kader putri. Tapi kembali
lagi ke tagline pertama penulis, bahwa nama adalah doa. Panggilan adalah doa
yang senantiasa teralun dari siapapun yang memanggil untuk yang dipanggilnya.
Begitu dalam arti dan harapan dari panggilan sederhana tersebut.
Jadi, bagi siapapun yang masih memanggil kader dengan ‘panggilan
yang tidak seharusnya’ meski dengan alasan ‘agar lebih akrab dan santai saja’ meskipun
dalam forum informal sekalipun, baiknya segera diperbaiki. Jika sudah tahu,
maka harus dilakukan. Hargai makna dari panggilan yang telah diberikan oleh
para pendiri terdahulu kita sebelum kita menegakkan kaki untuk melanjutkan
perjuangan mereka dalam naungan perisai PMII.
Rayon As - Shiddiq
(Vien Yari)
Siap terimakasih sahabati vien.
BalasHapus