FILOSOFI KERTAS
Sejatinya
sebuah kertas memiliki warna putih bersih, tidak terdapat setitik goresan pun
yang dapat kita temukan di setiap bagian tubuhnya. Oleh karena itu, di saat
sebuah goresan tinta bersemanyam pada dirinya, saat itulah awal kertas memiliki
warna berbeda pada dirinya dan menjadi awal sebuah perjalanan yang akan
mengantarkannya menjadi kertas yang memiliki arti dan kelak akan membuatnya
berharga di akhir eksistensinya.
Goresan-goresan
tinta yang ada pada dirinya akan membuatnya berbeda dengan yang lain. Perbedaan
itu akan menjadi indah jika dia menggoreskan tinta itu dengan tulisan yang
indah sehingga akan membuatnya bahagia, karena dirinya akan tetap terjaga. Akan
tetapi saat goresan itu adalah sebuah tulisan yang buruk, dia akan menagis oleh
sapuan penghapus bahkan remasan yang akan mengantarkanya terhadapa tempat
sampah yang akan menjadi akhir eksistensinya. Sedih, kecewa, berteriak tidak
terima akan apa yang dia alami tidak akan pernah merubah nasibnya yang sudah
terlupakan oleh waktu, menjadi sebuah sampah yang tidak di ingat oleh
pembuatnya.
Sebuah
kertas tidak hanya bisa rusak oleh goresan yang dia terima. Dia bisa rusak oleh
air, minyak dan banyak faktor lain yang membuatnya tampak tak berharga. Ketika
dia terkena air maka dia akan mudah hancur dengan sendirinya, ketika dia
terkena minyak dia akan membuat goresan tinta di dalamnya mengabur yang akan
membuatnya tidak menarik lagi.
Kertas
kosong tanpa adanya goresan tinta di dalamnya ibarat kita yang baru lahir
kedunia, tanpa adanya baju, kepintaran dan segala goresan yang ada di dunia.
Kelahiran itu adalah awal perjalanan hidup kita ibarat kertas yang akan terisi
goresan di setiap bagian tubuhnya. Oleh karena itu jadikan kertas itu menarik
dengan kata-kata indah di dalamnya.
Di
setiap detik, menit, dan jam apapun yang akan kita lakukan akan tercatat tanpa
adanya perubahan di setiap goresannya. Oleh kerna itu, perawatan pada kertas di
butuhkan. Agar kertas putih itu tetap terjaga, kita haruslah merawatnya dengan
perbuatan yang baik, Pada saat kertas sobek, jangan biarkan sobekan itu
menghentikan goresan tinta kita, sebab kertas sobek itu masih bisa di gunakan
dengan cara mengelem kembali sobekan-sobekan tersebut, meskipun bekas sobekan
itu akan tertinggal selamanya. Kertas sobek itu ibarat kita yang berada di
dalam kesulitan, di mana kita menyerah akan ke sulitan itu, jika kita tidak
berani menghadapinya maka akan menjadi sobekan kertas yang akan terbuang,
sebalinya jika kita berani menghadapinya maka sobekan itu akan bersatu kembali.
Seorang filsuf terkenal Aristoteles
mengatakan “Anda tidak akan pernah
melakukan segalanya di dunia ini tanpa adanya adanya keberanian. Itu adalah
kualitas terbesar dari pemikiran setelah kehormatan”.
dengan
cara menjauhi segala apa yang telah di larang oleh-Nya. Goresan tinta yang ada
pada kertas akan sulit terhapus, jika pun bisa dia akan kusam bahkan bolong
akibat sapuan penghapus.
Kita
tidak pernah menyadari betapa berharganya hidup kita ini, kita sia-siakan waktu
yang telah di berikan oleh-Nya dengan melakukan sesuatu yang tidak berguna
bahkan tidak mengandung arti yang penting. Pernahkah kita berfikir hidup ini
memiliki akhir di mana ketika akhir itu datang penyesalan akan muncul dan
mengatakan “sudah terlambat”.Seperti
halnya kertas yang memiliki batas akhir dimana goresan-goresan tinta tidak bisa
di tampung lagi olehnya. Kita tidak akan tau kapan batas akhir (kematian) itu
akan datang menghampiri. Pada saat batas kertas itu sudah di depan mata maka
penyesalan akan mnggrogoti hati kita, betapa bodohnya kita saat menyadari
goresan tinta kita tidak ada yang berarti. Karena hal itulah, sebelum
penyesalan itu datang, lihatlah kembali goresan kita sebelumnya, meski sulit
terhapus dengan usaha keras, tanpa memikirkan akan bekas yang menghampiri
kesempatan selalu ada untuk memperbaiki goresan- goresan itu.
Air
dan minyak yang dapat merusak kertas ibarat kesulitan yang akan menghampiri
kehidupan kita, dimana kita tidak tau kapan kesulitan itu akan menerjang
kehidupan kita. Tidak ada kesulitan yang tidak bisa kita atasi karena
sesungguhnya dzat-Nya akan membirikan sebuah ujian atau kesulitan sesuai dengan
kemampuan kita. Mengutif kata dari
seorang tokoh terkenal Douglas jerrold
“kesulitan itu ibarat seorang bayi. Hanya
bisa berkembang dengan cara merawatnya”. Dari kutipan kata tersebut kita
dapat mengartikan, jika kita biarkan kesulitan itu di terbengkalai, di ratapi
tanpa adanya tindakan yang di lakukan, kita tidak akan bisa mengatasinya,
sebaliknya jika kita bisa melewatinya maka isi kertas kita akan semakin indah
dari sebelumnya.
Pada
hakekatnya sebuah kertas memiliki sebuah tujuan yang mulia. Kertas di buat
untuk menampung tulisan yang berisi ilmu pengetahuan dan segala hal yang di
anggap berharga oleh penulisnya. Seperti halnya hidup kita yang memiliki tujuan.
Kita hidup tidak lepas dari pertolongan dan ridho yang telah di berikan
oleh-Nya. Akan tetapi kenapa kita seakan lupa tujuan hidup kita sebenarnya,
kita lakukan apa yang di larang oleh-Nya tanpa adanya sedikit keraguan yang
hinggap di hati nurani kita, seakan kita hidup tanpa pertolongan dari-Nya.
Tidak ada kata terlambat memohon ampun dari-Nya, karena dialah sang pemaaf
sesungguhnya.
Ada
saat dimana kita merasa bahwa tinta yang tergores pada kertas kita bukanlah goresan
tinta yang indah, kita takut menerima kritik dari orang lain dimana kertasnya
lebih indah dari milik kita. Kita tidak sadar bahwa kita telah meragukan
diri-Nya, yang menjadi cikal-bakal kusamnya kertas kita. Mata kita buta akan
kebenaran sesungguhnya yang telah terpang-pang jelas di depan mata kita,
tidaklah sulit untuk mendapat kebenaran itu jika kita menyakini-Nya.
Seorang
filsuf Jerman Arthur Schopenhauer mengatakan
“ Semua kebenaran di dunia ini haruslah
melewati tiga langkah. Pertama di tertawakan, kedua di tentang dengan kasar, dan
ketiga diterima tanpa pembuktian dan alasan”. Kenapa kita harus ragu akan
keberadaan-Nya dengan bukti-bukti yang telah dzat-Nya perlihatkan kepada kita.
Kita harusnya berkaca ke pada seorang Hypatia,
seorang filsuf di abat pertengahan yang rela mati demi mempertahankan
keyakinannya. Kita harus bisa rela mati untuk mempertahankan kertas putih yang
berisi goresan tinta indah untuk tunduk terhadapap-Nya.
Sebagai
manusia yang hidup akan ridho-Nya yang bertujuan untuk selalu bersujud dan
bersyukur terhadap dzat-Nya, untuk menjauhi segala larangan dan mengabaikan
perkataan orang-orang yang akan membuat
kita ingkar dan menuju ke jalan yang menyesatkan. Sesungguhnya ridho-Nya adalah
goresan tinta terindah yang ada pada kertas kita, maaf-Nya adalah lem terkuat
yang menyatukan robekan kertas kita.
0 komentar:
Posting Komentar