Senin, 13 Maret 2017

FILOSOFI KERTAS

FILOSOFI KERTAS
Sejatinya sebuah kertas memiliki warna putih bersih, tidak terdapat setitik goresan pun yang dapat kita temukan di setiap bagian tubuhnya. Oleh karena itu, di saat sebuah goresan tinta bersemanyam pada dirinya, saat itulah awal kertas memiliki warna berbeda pada dirinya dan menjadi awal sebuah perjalanan yang akan mengantarkannya menjadi kertas yang memiliki arti dan kelak akan membuatnya berharga di akhir eksistensinya.
Goresan-goresan tinta yang ada pada dirinya akan membuatnya berbeda dengan yang lain. Perbedaan itu akan menjadi indah jika dia menggoreskan tinta itu dengan tulisan yang indah sehingga akan membuatnya bahagia, karena dirinya akan tetap terjaga. Akan tetapi saat goresan itu adalah sebuah tulisan yang buruk, dia akan menagis oleh sapuan penghapus bahkan remasan yang akan mengantarkanya terhadapa tempat sampah yang akan menjadi akhir eksistensinya. Sedih, kecewa, berteriak tidak terima akan apa yang dia alami tidak akan pernah merubah nasibnya yang sudah terlupakan oleh waktu, menjadi sebuah sampah yang tidak di ingat oleh pembuatnya.
Sebuah kertas tidak hanya bisa rusak oleh goresan yang dia terima. Dia bisa rusak oleh air, minyak dan banyak faktor lain yang membuatnya tampak tak berharga. Ketika dia terkena air maka dia akan mudah hancur dengan sendirinya, ketika dia terkena minyak dia akan membuat goresan tinta di dalamnya mengabur yang akan membuatnya tidak menarik lagi.
Kertas kosong tanpa adanya goresan tinta di dalamnya ibarat kita yang baru lahir kedunia, tanpa adanya baju, kepintaran dan segala goresan yang ada di dunia. Kelahiran itu adalah awal perjalanan hidup kita ibarat kertas yang akan terisi goresan di setiap bagian tubuhnya. Oleh karena itu jadikan kertas itu menarik dengan kata-kata indah di dalamnya.
Di setiap detik, menit, dan jam apapun yang akan kita lakukan akan tercatat tanpa adanya perubahan di setiap goresannya. Oleh kerna itu, perawatan pada kertas di butuhkan. Agar kertas putih itu tetap terjaga, kita haruslah merawatnya dengan perbuatan yang baik, Pada saat kertas sobek, jangan biarkan sobekan itu menghentikan goresan tinta kita, sebab kertas sobek itu masih bisa di gunakan dengan cara mengelem kembali sobekan-sobekan tersebut, meskipun bekas sobekan itu akan tertinggal selamanya. Kertas sobek itu ibarat kita yang berada di dalam kesulitan, di mana kita menyerah akan ke sulitan itu, jika kita tidak berani menghadapinya maka akan menjadi sobekan kertas yang akan terbuang, sebalinya jika kita berani menghadapinya maka sobekan itu akan bersatu kembali. Seorang filsuf terkenal Aristoteles mengatakan “Anda tidak akan pernah melakukan segalanya di dunia ini tanpa adanya adanya keberanian. Itu adalah kualitas terbesar dari pemikiran setelah kehormatan”.
dengan cara menjauhi segala apa yang telah di larang oleh-Nya. Goresan tinta yang ada pada kertas akan sulit terhapus, jika pun bisa dia akan kusam bahkan bolong akibat sapuan penghapus.
Kita tidak pernah menyadari betapa berharganya hidup kita ini, kita sia-siakan waktu yang telah di berikan oleh-Nya dengan melakukan sesuatu yang tidak berguna bahkan tidak mengandung arti yang penting. Pernahkah kita berfikir hidup ini memiliki akhir di mana ketika akhir itu datang penyesalan akan muncul dan mengatakan “sudah terlambat”.Seperti halnya kertas yang memiliki batas akhir dimana goresan-goresan tinta tidak bisa di tampung lagi olehnya. Kita tidak akan tau kapan batas akhir (kematian) itu akan datang menghampiri. Pada saat batas kertas itu sudah di depan mata maka penyesalan akan mnggrogoti hati kita, betapa bodohnya kita saat menyadari goresan tinta kita tidak ada yang berarti. Karena hal itulah, sebelum penyesalan itu datang, lihatlah kembali goresan kita sebelumnya, meski sulit terhapus dengan usaha keras, tanpa memikirkan akan bekas yang menghampiri kesempatan selalu ada untuk memperbaiki goresan- goresan itu.
Air dan minyak yang dapat merusak kertas ibarat kesulitan yang akan menghampiri kehidupan kita, dimana kita tidak tau kapan kesulitan itu akan menerjang kehidupan kita. Tidak ada kesulitan yang tidak bisa kita atasi karena sesungguhnya dzat-Nya akan membirikan sebuah ujian atau kesulitan sesuai dengan kemampuan kita. Mengutif  kata dari seorang tokoh terkenal Douglas jerrold “kesulitan itu ibarat seorang bayi. Hanya bisa berkembang dengan cara merawatnya”. Dari kutipan kata tersebut kita dapat mengartikan, jika kita biarkan kesulitan itu di terbengkalai, di ratapi tanpa adanya tindakan yang di lakukan, kita tidak akan bisa mengatasinya, sebaliknya jika kita bisa melewatinya maka isi kertas kita akan semakin indah dari sebelumnya.
   Pada hakekatnya sebuah kertas memiliki sebuah tujuan yang mulia. Kertas di buat untuk menampung tulisan yang berisi ilmu pengetahuan dan segala hal yang di anggap berharga oleh penulisnya. Seperti halnya hidup kita yang memiliki tujuan. Kita hidup tidak lepas dari pertolongan dan ridho yang telah di berikan oleh-Nya. Akan tetapi kenapa kita seakan lupa tujuan hidup kita sebenarnya, kita lakukan apa yang di larang oleh-Nya tanpa adanya sedikit keraguan yang hinggap di hati nurani kita, seakan kita hidup tanpa pertolongan dari-Nya. Tidak ada kata terlambat memohon ampun dari-Nya, karena dialah sang pemaaf sesungguhnya.
Ada saat dimana kita merasa bahwa tinta yang tergores pada kertas kita bukanlah goresan tinta yang indah, kita takut menerima kritik dari orang lain dimana kertasnya lebih indah dari milik kita. Kita tidak sadar bahwa kita telah meragukan diri-Nya, yang menjadi cikal-bakal kusamnya kertas kita. Mata kita buta akan kebenaran sesungguhnya yang telah terpang-pang jelas di depan mata kita, tidaklah sulit untuk mendapat kebenaran itu jika kita menyakini-Nya.
Seorang filsuf Jerman Arthur Schopenhauer mengatakan “ Semua kebenaran di dunia ini haruslah melewati tiga langkah. Pertama di tertawakan, kedua di tentang dengan kasar, dan ketiga diterima tanpa pembuktian dan alasan”. Kenapa kita harus ragu akan keberadaan-Nya dengan bukti-bukti yang telah dzat-Nya perlihatkan kepada kita. Kita harusnya berkaca ke pada seorang Hypatia, seorang filsuf di abat pertengahan yang rela mati demi mempertahankan keyakinannya. Kita harus bisa rela mati untuk mempertahankan kertas putih yang berisi goresan tinta indah untuk tunduk terhadapap-Nya.
Sebagai manusia yang hidup akan ridho-Nya yang bertujuan untuk selalu bersujud dan bersyukur terhadap dzat-Nya, untuk menjauhi segala larangan dan mengabaikan perkataan orang-orang  yang akan membuat kita ingkar dan menuju ke jalan yang menyesatkan. Sesungguhnya ridho-Nya adalah goresan tinta terindah yang ada pada kertas kita, maaf-Nya adalah lem terkuat yang menyatukan robekan kertas kita.



0 komentar:

Posting Komentar