Sabtu, 16 September 2017
Home »
» NDP Dalam Diam Kader PMII
NDP Dalam Diam Kader PMII
*NDP Dalam Diam Kader PMII*
Oleh: Khairul Amin*
Manusia jangan menunggu hancur dulu baru insyaf (Emha Ainun Najib).
Sebelumnya, saya meminta maaf kepada Cak Nun telah lancang memamerkan sabda-sabda perubahannya ke khalayak umum, khususnya kepada Sahabat-sahabati di PMII. Jujur Cak, saya melakukan hal demikian bukan bermaksud memperkenalkan panjenengan apalagi hendak mendoktrin siapapun dengan modal kata-kata, tujuan saya satu: ingin membuat tulisan pendek yang menginspirasi. Jika Cak Nun nantinya menolak nama dan quote-nya dicatut, 30 menit mendatang saya akan ubah total atau menghapus-nya dari tulisan ini lalu menggantinya dengan orang lain. Tapi harapan terbesar saya, Cak Nun mengikhlaskan. Hehe...
Baiklah, anggap saja urusan saya dengan Cak Nun selesai dulu. Selanjutnya, saya hanya ingin mengatakan sedikit bahwa cendekiawan sekaliber Cak Nun begitu besar perhatiannya pada kata "menunggu". Dalam kata "menunggu" tersimpan energi positif-negatif yang terus berputar-putar menemukan puncak eksis-nya, berebut dominan menuju realitas. Dalam "menunggu" kita merasakan jiwa sedang berdilema, bercengkrama, berdialektika dengan alam. Dalam "menunggu" pula, bentuk "su'udzan dan husnudzan" akan nampak begitu jelas terlihat dari diri seseorang.
Pernahkah menunggu sesuatu atau bahkan seseorang? Pernahkah yang ditunggu terlambat atau bahkan tidak datang sama sekali? Apa yang akan kita lakukan jika menunggu-nya belum kunjung pasti, konsisten menunggu hingga yang ditunggu datang menghampiri atau memilih pergi karena terlanjur dikecewakan ? Atau yang mengerikan, pernahkah kita menunggu lama-lama tapi yang datang bukan yang ditunggu? Jika pernah merasakan proses tunggu-menunggu begini, artinya kita telah berdiri diantara kegagalan proses dan kesuksesan proses.
Sikap menunggu ini bukan perkara sepele. Kalau boleh saya katakan, menunggu adalah satu-kesatuan yang menyatu dengan hidup itu sendiri. Di otak-otak cemerlang layaknya Cak Nun, "menunggu" ditafsirkan hal yang "diam" sehingga Cak Nun mengimbuhi kata "jangan" sebelumnya. Dengan demikian, menunggu menjadi kata kerja yang pasif sehingga ditekan oleh cak Nun untuk aktif. Tak usah terlalu mengernyitkan kening begitu, sederhananya cak Nun sedang berusaha menyadarkan kita semua bahwa menunggu itu tak baik, lebih baik bergerak menuju baik sebelum jiwa atau jasad ini tak sempat merasakan kebaikan.
Menurut saya menunggu tak selamanya diam dalam arti fisik. Bagi saya, diam sebenarnya bergerak dalam hal lain. Wah kok bisa? Saya tak bermaksud menjadi biang kerok segala masalah dalam hidup ini dengan menyampaikan kontroversi-kata tapi itulah uneg-uneg saya pribadi selama ini. Bukankah gerak-diam dua kata berantonim yang jelas berbeda? Mengapa bisa dikata diam berarti bergerak? Ah, mari saya luruskan.
Pertanyaan yang muncul seperti ini, benarkah ketika jasad diam, hati dan pikiran ikut terdiam? Benarkah? Tolong bantu dijawab. Saya rasa tidak. Kalaupun orang melihat saya "terdiam" di bawah pohon dengan tatapan kosong bukan berarti pikiran saya mandeg atau hati saya buntu dan nyangkut di ranting pohon, bukan?
Saya sepakat dengan Cak Nun, saya yakin Cak Nun menginterpretasikan "menunggu" tak sebatas fisik semata, melainkan lebih jauh dari itu. Sehingga Cak Nun tegas menyuarakan "jangan menunggu". Sampai di sini, Cak Nun akurat dengan kredonya itu. Cak Nun memotivasi kita untuk menghadapi hidup tidak biasa-biasa saja, serius. Walau kelihatan santai dan menurut orang kita sedang diam "buktikan bahwa dalam diam kita sedang bergerak, hati dan pikiran kita tercurahkan atas suatu tujuan tertentu". Itulah makna esensial menunggu yang sedari tadi saya maksud.
Di PMII, ada Nilai Dasar Pergerakan, lebih lanjut disebut NDP. Dalam NDP, sebagai warga pergerakan senantiasa berpegang teguh pada hablum min-Allah, hablum min-Annas, hablum min-Al 'Alam. Apa sangkut pautnya? Kok ngawur gini yaa? Lagi-lagi perlu saya sampaikan. Bahwa nama "pergerakan" yang tersemat dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah representasi bahwa Mahasiswa PMII terus bergerak, tak pernah diam. PMII peka pada keadaan sosial Masyarakat dan menyadari betul terhadap tri-fungsi Mahasiswa sebagai agen of change, man of analysis, and social control. Diam menunggu-nya kader PMII adalah strategi, gerak-nya PMII adalah perwujudan kepedulian sosial.
NDP sebagai patokan primordiil PMII harus selalu dipegang erat walaupun kita dalam proses menunggu sekalipun. Dalam menunggu kita berdzikir dan berfikir, dan akhirnya beramal shaleh bagi seluruh umat ketika bergerak. Sejatinya, menunggu bagi kader PMII telah merealisasikan nilai dasar pergerakan. Buktinya? Dalam menunggu apapun, kader PMII melantunkan dzikir kepada Allah untuk meminta petunjuk dan kebaikan. Menunggu bagi kader PMII adalah proses berpikir mengencangkan intelektual guna semakin solutif mencari penyelesaian masalah yang ada, mencari inspirasi dari fenomena alam sekitar dengan analisis yang betul-betul tajam. Akhirnya, manusia-manusia dalam rangkulan PMII akan merasakan kenyamanan dan ketertiban.
Sudah jelas bukan, menunggu (baca: proses) di PMII itu bermanfaat. Maka dari itu jangan segan-segan berproses di PMII, eman-eman. Siapa tahu, dalam proses "menunggu" di PMII akan ada sahabat yang "tergerak" hatinya menemani sahabati yang lelah "menunggu"? atau sebaliknya ada sahabati yang "tergerak" hatinya mendukung sahabat-nya yang "menunggu" untuk mendapat teman hidup, bukan?. Hahaha
Bangkalan, 17 September 2017
Kader PMII Rayon Al-Amin Fakultas Hukum UTM
0 komentar:
Posting Komentar