Pitutur sesepuh pulau Madura
Tentang Pelet kandung
Jika kita tahu dan ingin kenal indonesia, kita juga akan dikenlkan dengan berbagai ragam budaya serta tradisi yang dimilkinya. Indonesia adalah salah satu negara yang berbeda dari negara lain, indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa ketimbang negara lain. Kita sempitkan lagi pembahsannya, yaitu kita berbicara tentang berbagai ragam budaya serta tradisi kepulauan yang ada di indonesia. Maduara adalah bagian dari salah satu pulau yang ada di indonesia yang memilki kebudayaan yang sangat beragam, kalau kita punya menantu orang madura, dan kemudian anak kita hamil, maka kalau semisal usia kandungan sudah berusia 7 bulan, maka ada salah satu tradsi masyarakat madura untuk mengadakan pelet kandung. Tetapi apakah sahabat tahu apa itu pelet kandung? Saya jelasin yaaa, pelet kadung adalah nama syukuran( selamatan) masyarakat madura untuk kehamilan yang berusia 7 bulan.
Pelet kandung di pulau Sumenep Madura
Madura terdiri dari empat kabupaten, diantaranya dalah Bangkalan, Sampang Pamekasan dan yang terakhir adalah sumenep yang disebut kota budaya dari madura. Karena ini berbicara budaya lokal, maka kami angkat budaya lokal yang ada di kepulaan di kabupaten Sumenep. Giliyang yang disebut dengan pulau oksigent yang terbesr sekala internasional setelah pulau Yordania, Giliyang bukan Cuma memiliki banyak ekowisata, melainkan giliyang juga meliki sejuta budaya dan tradisi lokal yang belum terexpos di media. Salah satu kebudayaan yang masi diperthankan oleh masyarakat Giliyang adalah pelet kandung yang diyakini menyimpan makna keselamatan dalam ritual itu. Sebut saja tokoh yang ada dalam cerita ini yaitu Ahmad Syarbini dan Istiana anak dari bapak Japsan dan ibunda Khotnayani dan dari bapak Suharto dan Hapsa yang telah melaksanakan pelet kandung dua bulan yang lalu.
Gambar diambil di acara pelet kandung saudara Ahmad Syarbini dan saudari Istiana
Mungkin kalau kita lihat di daerah lain, ritual ini berbeda, dari segi cara mereka melaksanakannya, atau dari cara pandang mereka terhadap acara ini. sedikit saya kasih tahu yaa sahabat mengenai mikanisme pelaksanaannya. Pertama yaitu peralatan harus kita siapkan adalah gayung, pelteng, bunga tuju rupa, batang pohon beringin, telur dan kelapa. Untuk cara pelaksanaannya yaitu para suami dan istri duduk berdampinagn degan membawa telur dan buah kelapa, telurnya dijdikan sabun untuk diusapkan pada seluruh tubuh buah kelapa, dan semua keluarganya harus ada di sampingny untuk turut memandikannya dengan memakai air yang sudah dikasih bunga yang sudah disiapkan. Ada banyak makna yang terselip dalam ritual tersebut, tiga hal yang perlu diketahui dalam upacara tersebut, yaitu mengenai tujuan pelaksanaannya dan makna yang terkandung dalam bahan yang sudah disiapkannya serta kenapa dilaksanakan pada masa hamil tuju bulan. Hal itu yang perlu kita bahas untuk memberitahukan pada halayak masyaralat untuk menjaga keutuhan bertradsi dan berbudaya. Sahabat saya akan mencoba jelaskan sejauh saya yang telah melakukan penelitian pada sesepuh msyarakat Giliyang Sumenep. Saya mulai dari yang peratama ya sahabat, yaitu tujuan pelaksanaannya, tujuan pelaksanaan dari peret kandung sendiri menurut pitutur sesepuh Giliyang adalah yaitu sebagai simbol atau tanda kabar gembira bagi mereka mempelai, kadua adalah makna yang terkandung dalam alat serta tata cara dalam ritual ini adalah sebagai berikut:
Telur : diartikan sebagai sabun yang kemudian dinggunakan untuk membersihkan bayi
Kelapa : diartikan sebagai bayi dari kedua pasutri
Pohon beringin: diartikan sebagai pohon yang rindang yang yang diyakini sebagai symbol agar kandungan menjadi sejuk, yang ketiga adalah kenapa ritual pelet kandung dilaksanakan pada masa usia 7 bulan kandungan, menurut pitutur sesepuh masyarakat Giliyang madura pada masa 7 bulan bayi merupakan masa pembentukan janin dimana hal itu harus dijaga dan di rawat denagn baik, oleh karenanya Madura khususnya masyarakat Giliyang Sumenep tetap melestarikan tradsi dan budaya budaya sperti ini.
Kami bisa menyimpulkan sedikit mengenai cerita diatas bahwa ini merupakan tradisi turun temurun pulau Sumenep Madura yang diyakini memiliki keutamaan dan kekuatan magis didalmnya yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar sebagai cara rasa syukur mereka agar buah hatinya selamat dunia akhirat.
Budaya local yang masih dipertahankan oleh masyarakat Sumenep Madura
Oleh : Khoidir rahmanBiro dakwah dan kajian islam KOM PMII UTM
0 komentar:
Posting Komentar