Rabu, 01 November 2017

Rayon Al-Amien Kedatangan Penerima Beasiswa LPDP

*Rayon Al-Amien Kedatangan Penerima Beasiswa LPDP*

Bangkalan- Sekret Komisariat Universitas Trunojoyo Madura (UTM) kedatangan seorang kader penerima beasiswa LPDP, Sahabati Sumriyah (Alumni Rayon Al-Amien Fakultas Hukum), malam ini (1/11/2017)

"Kita kedatangan kader penerima beasiswa LPDP untuk sharing-hearing seputar pengalaman beliau selama berada di Fakultas Hukum dan mendapatkan beasiswa LPDP" Ujar Julia Anita Hoda selaku moderator pada acara tersebut.

Acara dimulai pada pukul 20.00 WIB. Dihadiri oleh sebagian kader Rayon Al-Amien. Dalam sambutannya, Ketua Rayon Al-Amien, Sahabat Misbahul Munir, mengaku sangat senang atas kehadiran pemateri. Kehadiran pemateri diharapkan mampu memberikan motivasi kepada kader PMII UTM khususnya kader Rayon Al-Amien agar giat dalam belajar dan mengembangkan potensinya.

"Rayon Al-Amien sesungguhnya punya kader-kader potensial yang harus dikembangkan potensinya. Tinggal bagaimana meratakannya saja" tegasnya.

Acara malam ini berlangsung santai. Setelah saling berkenalan satu sama lain, pemateri menyampaikan pengalaman beliau ketika kuliah.

"Saya dulu ketika masih Maba, semua organisasi saya ikuti. Memasuki semester 4 saya fokus pada pengembangan akademik di dalam kampus diselingi mengikuti organisasi" Ucap beliau yang juga termasuk anggota KOMPASS dan Desah tersebut.

"Hal paling pokok yang mesti kalian lakukan adalah mengembangkan hardskill dan softskill, khususnya Toffle. Mulai sekarang, perbanyaklah mendengarkan lagu dan menonton film bahasa inggris. Semua itu dapat kalian lakukan otodidak atau dari organisasi-organisasi, termasuk PMII ini" sambungnya

Berlanjut, ada sesi tanya jawab seputar LPDP dari kader Rayon Al-Amien. Salah satunya disampaikan oleh sahabati Mira Dewinta (Kader Rayon Al-Amien Semester 5) yang mempersoalkan tentang surat rekomendasi LPDP.

"Sebenarnya, surat rekomendasi LPDP tersebut tergantung dari seberapa dekat hubungan kita dengan dosen, profesor, atau rektor di universitas bersangkutan. Yang penting, kita jujur mencantumkan apa saja prestasi dan bakat yang kita miliki. InsyaAllah mudah cara pengurusannya" jawab sahabati Sumriyah spontan.

"Dari sekarang, mulailah membenahi bidang akademik terutama IPK dan lebih-lebih aktif di organisasi. Karena itu bekal paling penting" sambungnya.

Sesi tanya jawab tidak berhenti seputar LPDP. Mulai dari bahasan mengenai internal PMII sekaligus kegiatannya tidak luput dari singgungan.

Acara tersebut berakhir pukul 22.00 WIB sesuai harapan. Banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari pertemuan malam ini.

"Bila ada yang mau didiskusikan, silahkan PC langsung ke bak Sumriyah. Acara ini saya tutup. Sekali bendera dikibarkan, hentikan ratapan dan tangisan. Tangan terkepal dan maju ke muka, mundur satu langkah adalah bentuk pengkhianatan pada organisasi" Tutup sahabati Julia mengakhiri serangkaian acara diskusi  tersebut disambut kepalan tangan dari peserta. "Salam pergerakan!" (Amn/PMII)

Selasa, 31 Oktober 2017

Analisa Wacana Kemendagri Tjahjo Kumolo

Analisa Wacana Kemendagri  Tjahjo Kumolo

Oleh: M_Uud (Pengurus Komisariat PMII UTM)

Zaman now, sudah viral di media sosial tentang pidato Tjahjo Kumolo  dalam Paripurna PERPPU ORMAS  pada tanggal 24 Oktober 2017 yang dianggap kontroversi oleh sebagian kalangan publik. Karena asumsi itulah, penulis mencoba untuk melakukan analisa wacana kritis guna untuk disampaikan kepada publik (pembaca), agar tidak ada kesalah pahaman dalam menginterpretasikan sebuah bahasa sehigga tidak menimbulkan mispersepsi terhadap  isu yang yang berkembang.

 Analis wacana kritis adalah analisa untuk menunjuk kesatuan bahasa yang lengkap, yang umumnya lebih besar daripada kalimat, baik disampaikan secara lisan maupun tertulis. Dalam analisa wacana kritis, bahasa tidak lagi dianggap realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Dengan demikian pernyataan itu mengindikasikan subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Analisis wacana dimaksudkan untuk menganalisis makna implisit dari subjek yang mengemukakan suatu pernyataan yang diambil dari beberapa elemen latar belakang, detail, ilustrasi, maksud, dan konteks dari keseluruhan wacana dalam Pidato Kemendagri Tjahjo Kumolo.

Pertama, latar belakang. Latar belakang adalah asal mula munculnya pidato (wacana) yang disampaikan oleh pembicara (subjek). Munculnya penyatan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya pengesahan PERPPU ORMAS Kemendagri  Tjahjo Kumolo  dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 24 Oktober 2017. Yang pada saat itu beliau menyampaikan bahwa  ada suatu organisasi masyarakat yang dalam aktivitasnya menyimpang dari pancasila dan UUD 1945  yang baru saja disahkan oleh DPR sehingga menjadi undang-undang.

Kedua, Detail. Detail adalah berupa beberapa informasi yang kita dapat dari sumber tertentu. informasi yang  didapat penulis yaitu “Banyak dan ada ormas yang dalam aktivitasnya, ternyata  mengembangkan paham atau mengembangkan ideologi dan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Dan hal ini tidak termasuk dalam paham Atheisme, Komunisme, Marxisme  , dan Leninisme, yang berkembang cepat di Indonesia". Lihat (https://youtu.be/tIueldxsDxo).

Ketiga, ilustrasi.  Ilustrasi adalah bagaimana kita memahami dari sudut pandang gambaran secara keseluruhan dalam sebuah wacana. Dari sudut pandang makna denotatif, jelas itu menyinggung dan menyimpang dari TAP MPRS 25/1996 Pasal 2 karena secara makna eksplisit berarti Komunisme,  Leninisme, Marxisme termasuk ideologi yang dianggap tidak bertentangan dengan pancasila dan UUD 1994. Namun dari sudut pandang makna konotatif, pernyataan itu merupakan implikasi dari ketetapan MPRS bahwa Komunisme,  Leninisme, dan Marxisme sudah ada ketetapan mengenai larangan meneyebarluaskan yang faham dari ketiga ideologi itu.

Keempat, Maksud. Maksud disini adalah tujuan inti dari wacana yang disampaikan. Komunisme, Marxisme , dan Leninisme itu sudah diatur dalam undang-undang ormas yang lama dan TAP MPR. Artinya didalam PERPPU tahun 2017 tidak  mengatur komunisme, marxisme, dan lenenisme. dengan demik pernyataan yang disampaikan oleh mendagri itu bersifat implisit (tersembunyi).

Terakhir, Konteks. Memahami konteks bahasa harus ditinjau dari teks terhadap situasi dan suatu peristiwa. Situasi dalam tersebut yaitu dalam proses penyampaian pidato mengenai dinamika dan aktivitas ormas masa kini. Peristiwa yang terjadi memang komunisme, leninisme, dan Marxisme memang berkembang di Indonesia. Namun itu tidak dimaksudkan dalam Perppu ormas yang menjadi inti pokok dalam Paripurna. Sebagian video yang disampaikan oleh sebagian publik tidak secara keseluruhan text dan video, melainkan hanya beberapa dari teks dan video yang disebarluaskan di media sosial sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam mengartikan wacana tersebut.
Dari beberapa eksplanasi diatas, dapat dikonklusikan bahwa Pidato Kemendagri Tjahjo Kumolo  yang sementara dianggap kontroversi oleh sebagian publik itu tidak menyimpang dari ketetapan MPRS 25/1996. Nah  Kita selaku kamu intelektual sudah selayaknya untuk memahami dan mengartikan wacana  secara objektif yang didasari dari beberapa teknik dan metode dalam analisis wacana baik di media sosial, berita media online dan media cetak. Ini hanya analisa wacana kritis, jika ada yang bersinggungan dengan hukum, norma, dan teori, bisa klarifikasi ke admin atau penulis. Please deh ya jangan berusaha dan mencoba untuk menyebar berita HOAX, kamu udah sepuh. Kasian rakyat dibawah selalu dibuat gaduh.
Wallahu alam

Senin, 30 Oktober 2017

NGOPRI, YUK ! ALA BIRO KEPUTRIAN RAYON EKONOMI PMII UTM

NGOPRI, YUK  ! ALA BIRO KEPUTRIAN RAYON EKONOMI PMII UTM


Didampingi Co Biro Keputrian Rayon Ekonomi, Pemateri tengah berbagi
dengan sahabati-sahabati dari Ekonomi (Foto : Sahabati Atin)

Rabu, (11/10)- Bertempat di kediaman salah seorang sahabati IKAMAPABA 2017, Biro Keputrian Rayon Ash Shiddiq (Fakultas Ekonomi) mengadakan agenda NGOPRI dan Rujakan. NGOPRI yang merupakan kependekan dari Ngobrol Kopri adalah kegiatan yang dipelopori oleh Biro Keputrian Rayon Ekonomi sejak dilaksanakan perdana beberapa minggu sebelumnya dengan mengundang sahabati angkatan 2015 ke atas sebagai peyumbang ide terkait gerakan apa yang seharusnya dilakukan untuk memberikan pengayoman terhadap kader putri, khususnya yang ada di Rayon Ekonomi.
“Perempuan itu sangat unik. Punya banyak potensi. Mereka berbeda-beda. Cara pengayomannya juga berbeda. Ikuti kemauan mereka, dengan begitu kita bisa mendekati mereka. Ada yang suka dandan, baca buku, belajar, shopping, hunting, dan lain-lain. Turuti saja selama kita ada waktu. Dan selama kegiatan tersebut, selipkan ilmu yang ingin kita bagikan kepada mereka dan semangat untuk mencintai serta melambungkan nama PMII melalui pengembangan diri sebagai kader putri.” jelas Sahabati Musrifah, Ketua KOPRI PMII Komisariat UTM saat itu.
Agenda NGOPRI ini dihadiri oleh para pengurus rayon di biro keputrian dan sahabati IKAMAPABA 2017. Topik yang menjadi bahan obrolan sahabati kali ini adalah Nahdhotun Nisa’, Tips & Trik Menjadi Perempuan Berprestasi, serta Bagaimana Menjadi Seorang Perempuan Yang Feminim.
Pemateri yang juga merupakan pengurus dari Biro Keputrian Rayon Ekonomi menjelaskan ketiga materi tersebut sekaligus mengungkapkan kekhawatirannya terkait paham liberal Eropa tentang Feminisme dan Kesetaraan Gender yang saat ini banyak diagungkan oleh para aktivis perempuan, tak terkecuali dari Indonesia. Padahal, konteks perempuan yang ada di dalam ajaran Islam dan warisan nusantara tidaklah demikian. Untuk itu ia berharap, sahabati seluruhnya kembali membuka pustaka, menambah wawasan sebanyak mungkin tentang bagaiamana seorang perempuaan seharusnya menurut ajaran Islam dan bagaiaman kesetaraan gender menurut pandangan Islam.
Meskipun saat NGOPRI pertama ini yang hadir masih sedikit, namun Biro Keputrian Rayon Ekonomi yakin bahwa kegiatan ini akan semakin banyak peminatnya ke depan. Di samping itu, mereka yakin bahwa kegiatan sederhana ini sangat bermanfaat untuk sahabati, terutama IKAMAPABA yang notabene anggota muda. Hal ini terbukti dengan antuisiasme sahabati yang mulai berani bersuara saat diskusi bebas dibandingkan pertemuan pertama lalu. “Inilah yang dimaksud dengan manajemen perawatan kader putri.” ucap Sahabati Atin.
“Kegiatan seperti ini harus terlaksana secara kontinu. Saya tidak peduli, mau jumlah yang hadir hanya tiga orang, dua orang, bahkan satu orang, tetap kami dampingi. Kami dari Biro Keputrian Rayon Ekonomi tidak akan menunggu lengkap hanya untuk sekedar meng-kader sahabati semua.” tegas Sahabati Layla, CO Biro Keputrian Rayon Ash Shiddiq. (Vien Yari)

Kamis, 05 Oktober 2017

Nobar G 30 S PKI Bersama PMII UTM

Bangkalan-  Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Komisariat Universitas Trunojoyo Madura (PMII KOM UTM) mengadakan acara nonton bareng (nobar) bersama sahabat-sahabati-semua rayon tentang G 30 S PKI yang bertempat di sekret komisariat PMII, tadi malam (04/10).

Acara nobar tersebut diselenggarakan dengan maksud mengajak kader PMII untuk tidak melupakan sejarah akan sebuah tragedi pemberontakan G 30 S PKI.

"Sebenarnya acara ini tidak lain untuk mengingat kembali sejarah G 30 S PKI di Indonesia" tutur seorang penonton yang diketahui adalah Rofikin, kader rayon Al-Amin Fakultas Hukum.

Pemutaran film berdurasi 1 (satu) jam tersebut dimulai sejak pukul 21.10 sesuai dengan yang diagendakan. Sahabat-sahabati berkumpul dan menonton penuh antusias dan semangat.

 "Saya daru dulu sangat penasaran bagaimana kisah G 30 S PKI di Indonesia, syukur PMII mewadahinya dengan menonton film ini bareng-bareng, jadi, tidak usah ke bioskop" jelas Suryadi, kader rayon Al-Fatih Fakultas Keislaman.

PMII KOM UTM terus mengadakan acara demi acara, termasuk acara nobar tadi malam.  Acara nobar tersebut bukan semata-mata menonton film G 30 S PKI,  melainkan bagaimana sahabat-sahabati PMII mampu mengambil nilai-nilai dan pelajaran didalamnya sekaligus mengukuhkan rasa kekeluargaan antar kader PMII UTM.

"Semoga acara lainnya  terus diadakan demi kemajuan PMII ke depan".  Harap Zain, kader rayon As-Shiddiq Fakultas Ekonomi.


Reporter: Khairul Amin

Selasa, 03 Oktober 2017

KENAPA HARUS SAHABAT dan KENAPA HARUS SAHABATI ?

KENAPA HARUS SAHABAT dan KENAPA HARUS SAHABATI ?

“Sahabati Vien, menurut pandangan sampean, gender itu seperti apa ?”
“Sebelum saya menjawab, saya ingin memastikan dulu. Sahabat sudah paham atau belum makna gender secara garis besar ?”

(Itu adalah kutipan perbincangan saya dengan sahabat dari Cikarang melalui akun WA semalam. Tak pernah bersua, tapi tetap bertegur sapa. Perawatan kader katanya. Meski terpisah jarak dan waktu yang tak terkira hahaa)

Jujur, penulis merasakan ketenangan saat menyebut dan memanggil nama seseorang dengan panggilan sahabat. Dan jujur, penulis sangat tersanjung jika dipanggil dengan awalan sahabati. Penulis merasa namanya dihormati dan dihargai. Lembut, sopan, dan memberikan aura ketenangan. Terlalu berlebihan? Atau bahasanya sekarang, ‘alay’. Ya sudah biarkan. Karena tidak ada larangan untuk berkomentar.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia merupakan sebuah wadah dalam bentuk organisasi kemahasiswaan eksternal yang masih satu haluan dengan semua Badan Otononom Nahdhatul Ulama (meskipun PMII bukanlah Banom melainkan independen). Dari haluan yang sama itulah, penulis masih sering mendengar mereka yang tidak paham medan dengan mudah mengatakan bahwa haluan yang sama menjadikan PMII ‘ikut-ikutan’ memanggil ‘anggota’nya dengan panggilan sahabat sahabati.

Dilain waktu, penulis pernah mendengar dan membaca, dikatakan bahwa nama merupakan doa. Ibaratkan demikian, maka panggilan dari sebuah nama merupakan doa yang senantiasa teralun dari setiap mulut yang memanggil untuk siapapun yang dipanggil. Setuju ? (kalau setuju silahkan dilanjutkan membaca).

Baik dalam forum formal maupun informal, panggilan sahabat dan sahabati tetap menjadi pilihan. Karena sejak didirikannya PMII pada tahun 1960, panggilan tersebut sudah paten. Lalu pertanyaan besarnya adalah kenapa harus sahabat untuk kader putra dan kenapa harus sahabati untuk kader putri. Adakah buku pedoman dari pusat yang menjelaskan alasan dari sebutan ini? (Jika penulis boleh jujur, penulis belum pernah membaca buku tentang penjelasan panggilan tersebut. Bila ada yang punya, boleh dipijamkan kepada penulis supaya tidak jauh tertinggal).

Dari buku yang ‘sedikit’ pernah saya baca (Antologi NU Jilid II) dijelaskan bahwa sebutan sahabat berasal dari bahasa Arab, yakni shohabat. Shohabat berarti kawan atau teman dalam Bahasa. Selanjutnya, panggilan inilah yang digunakan PMII untuk menyebut para kadernya. Tidak hanya PMII. Bahkan Ansor dan Fatayat juga menggunakan panggilan yang sama.

Dan jawaban singkat dari pertanyaan besar kenapa PMII menggunakan panggilan sahabat dan sahabati adalah sekedar mengharapkan berkah. Mengapa demikian ? Generasi Islam Aswaja dalam naungan Nahdhatul Ulama tentunya sangat mencintai Rasulnya (Nabi Muhammad SAW) sebagai bentuk kepatuhannya kepada Allah SWT. Dengan memanggil orang-orang di sekitar, khsusnya dalam lingkup PMII yang berideologi sama dengan dirinya, diharapkan baik dirinya (yang memanggil) ataupan orang (yang dipanggil) sama-sama mendapatkan barakah dan dapat mencontoh perilaku sahabat-sahabat Nabi.

Seperti yang kita tahu, sahabat-sahabat Nabi adalaha mereka yang selalu setia berada di samping dan belakang Nabi untuk memperjuangkan Islam. Yang senantiasa mencontoh perilaku Nabi. Yang selalu taat dengan ucapan Nabi dengan keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi akhir zaman untuk seluruh umatNya, manusia yang ditunjuk dan dipilih olehNya. Kita semua saat ini memang berbeda dunia, tidak bisa berjuang seperti apa yang diperjuangkan oleh Nabi dan para sahabat beliau dulu. Namun setidaknya kita bisa mencontoh perilakuk beliau dan melakukan apa saja yang dilakukan oleh para sahabat Nabi dahulu di zaman sekarang.

Bagaimana ?
Begitu besar dan cukup berat sebenarnya harapan dari PMII dengan sebutan yang sangat sederhana untuk sekedar memanggil para kadernya dengan sebutan sahabat untuk kader putra dan sahabati untuk kader putri. Tapi kembali lagi ke tagline pertama penulis, bahwa nama adalah doa. Panggilan adalah doa yang senantiasa teralun dari siapapun yang memanggil untuk yang dipanggilnya. Begitu dalam arti dan harapan dari panggilan sederhana tersebut.


Jadi, bagi siapapun yang masih memanggil kader dengan ‘panggilan yang tidak seharusnya’ meski dengan alasan ‘agar lebih akrab dan santai saja’ meskipun dalam forum informal sekalipun, baiknya segera diperbaiki. Jika sudah tahu, maka harus dilakukan. Hargai makna dari panggilan yang telah diberikan oleh para pendiri terdahulu kita sebelum kita menegakkan kaki untuk melanjutkan perjuangan mereka dalam naungan perisai PMII. 

Rayon As - Shiddiq
(Vien Yari)

Selasa, 26 September 2017

SI WAKIL SEHAT , RAKJAT SEKARAT


si WAKIL sehat Rakjat Sekarat



    Suatu saat mereka berebut untuk berbuat baik sambilalu berselfi dan memposting kegiatannya, sejak itu perlahan wajah wajah itu mulai terkenal sesekali menyapa personal, tidak canggung blusukan dan duduk bersama di warung kopi lesehan,  tentu saja masyarakat mulai tertarik dan menerimanya untuk dijadikan WAKIL mereka,  satu persatu moment berjalan lancar hingga masyarakat percaya sepenuhnya bahwa kesejahteraan sandang,  dan pangan akan di kawal oleh Si WAKIL (rakjat) Sembari tersenyum dan  lambaikan tangannya si WAKIL mulai memberi secercah harapan dengan pembagian rokok hingga sembako gratis untuk kami (rakjat) satu minggu kemudian putusan hasil pemilu keluar dan berhasillah si WAKIL duduk di barisan para kaum borjuis yang enggan peduli itu. Satu minggu selanjutnya dia tak kunjung datang ke warung kopi lesehan tempat kita berkenalan dulu, semakin lama bahkan tidak ada kabar sedikitpun untuk mendengar keluhan rakyatnya, mungkin saja dia sedang sibuk menyandang status baru dan segudang tugasnya pikirku.

   Kupastikan Si WAKIL dalam keadaan sehat,  rupanya dia sedang berdiskusi mungkin bedanya tempatnya lebih elit dari warung kopi kemarin, sesekali aku meminta ajudannya untuk bertemu dan jawabannya" bapak sibuk", aku coba lagi memintanya bertemu alasannya tetap sama "bapak sedang sibuk" suatu saat sering kujumpai Si WAKIL  duduk santai di cafe mewah di jam kantor,pikirku mungkin dia sedang berdiakusi kedaulatan pangan rakjatnya, semakin hari semakin sering saja kujumpain hingga fikirku jadi begini sibuknya WAKIL ku?  Saat mahasiswa mulai gelisah dengan kesejahteraan pangan tetap saja WAKIL ku tak membawa keadilan.

    Jangankan rokok dan sembako yang ada hak rakjat di pangkas se minimal mungkin, Wakilku mulai asik dengan Ruangan ber AC nya, pembahaaan anggaran tunjangan lebih alot dari pembahasan kesejahteraan ekonomi rakjat,  ah mau bagaimana lagi si WAKIL mulai berubah sejak dihadiahi Mobil plat Merah oleh negara, datang jam 9 untuk absen lalu bergegas keluar kantor dan kembali jam 4 untuk absen pulang,  wacana kedaulatan pangan hanya sebagai pemanis tulisan judul proposal saja,  ahirnya banyak kebijakan berahir wacana untuk berita di media.

  si Wakil pun mulai apatis, apalagi yang membuat dia pusing sedang anak istri sejahtera dengan tunjangan negara,  mobil dinas bisa dipakai kemana saja, Anggaran penting sesuai RAB soal tanda tangan dan stempel atasan bisa dilobi, semua nya selesai dengan karaoke dan ngopi. Sesekali melirik pengemis dengan dahi mengernyit Ahir cerita Si wakil bahagia sehat saat rakjat sekarat.

Musrifah (Ketua Kopri UTM)

Kamis, 21 September 2017

PMII UTM Peringati Muharram Dengan Istighasah dan Ber-Sholawat


PMII UTM Peringati Muharram Dengan Istighasah dan  Ber-Sholawat







(21/9/2017) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Trunojoyo Madura  tidak henti-hentinya menebar kebaikan. Malam ini--bertepatan di Sekret Komisariat-- sahabat-sahabati dari seluruh rayon PMII UTM  melantunkan gema shalawat dan baca yasin dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam/Muharram. Acara shalawat dan baca yasin yang dipimpin oleh sahabat Khaidirrahman berlangsung khidmat dan penuh penghayatan.

Agenda istighasah dan shalawat ini semata-semata dilaksanakan guna mempertahankan tradisi PMII yang kental akan nilai-nilai keagamaan Ahlus sunnah wal jamaah. Ini terbukti dari tema yang diangkat "Menata generasi yang istiqomah diatas As-sunnah". "Acara ini sebenarnya ingin dikemas dengan materi, berhubung bentrok dengan acara Show Shalawat di Fakultas Keislaman, maka materi ditiadakan" jelas sahabat Khaidirrahman.

Setelah serangkaian acara istighasah dan sholawat dilakukan, pemandu acara melanjutkan dengan mempersilahkan sambutan kepada  Ketua 1 Mahmudi Ismail selaku Perwakilan dari Ketua Komisariat UTM Mohammad Ruli yang kebetulan berhalangan hadir.

Dalam sambutannya, sahabat Mahmudi menyampaikan kepada sahabat-sahabati untuk semakin memperkokoh semangat upaya kaderisasi. "Kita harus semakin menggalakkan kaderisasi, sebagaimana diketahui masih ada agenda mapaba yang belum usai.  Anggota harus dirawat dan dijaga agar semakin solid. Ini adalah tanggung jawab ketua rayon dan pengurusnya". Tegasnya.

Sahabat Mahmudi juga menghimbau kepada semua ketua rayon untuk merancang visi dan misi yang jelas serta dapat menyisakan kenangan luar biasa bagi PMII "Ketua rayon harus punya visi dan misi yang bisa dikenang" ucap Mahmudi penuh semangat. "Kasih kajian yang fakultatif agar anggota dan kader PMII dapat bersaing di tingkat universitas.'' Lanjut Mantan Ketua Rayon Ekonomi tersebut.

Acara tersebut selesai sekitar jam 21.00 WIB dengan lancar,  kemudian dilanjutkan menuju gedung pertemuan untuk mengikuti Show Sholawat Fakultas Keislaman. Allahumma shalli 'ala Muhammad (an/PMII)

Rabu, 20 September 2017

Pitutur sesepuh pulau Madura Tentang Pelet kandung

Pitutur sesepuh pulau Madura
Tentang Pelet kandung

            Jika kita tahu dan ingin kenal indonesia, kita juga akan dikenlkan dengan berbagai ragam budaya serta tradisi yang dimilkinya. Indonesia adalah salah satu negara yang berbeda dari negara lain, indonesia memiliki kekayaan budaya yang sangat luar biasa ketimbang negara lain. Kita sempitkan lagi pembahsannya, yaitu kita berbicara tentang berbagai ragam budaya serta tradisi kepulauan  yang ada di indonesia. Maduara adalah bagian dari salah satu pulau yang ada di indonesia yang memilki kebudayaan yang sangat beragam, kalau kita punya menantu orang madura, dan kemudian anak kita hamil, maka kalau semisal usia kandungan sudah berusia 7 bulan, maka ada salah satu tradsi masyarakat madura untuk mengadakan pelet kandung. Tetapi apakah sahabat tahu apa itu pelet kandung? Saya jelasin yaaa, pelet kadung adalah nama syukuran( selamatan) masyarakat madura untuk kehamilan yang berusia 7 bulan.

khidir
Pelet kandung di pulau Sumenep Madura
          
Madura terdiri dari empat kabupaten, diantaranya dalah Bangkalan, Sampang Pamekasan dan yang terakhir adalah sumenep yang disebut kota budaya dari madura. Karena ini berbicara budaya lokal, maka kami angkat budaya lokal yang ada di kepulaan di kabupaten Sumenep. Giliyang yang disebut dengan pulau oksigent yang terbesr sekala internasional setelah pulau Yordania, Giliyang bukan Cuma memiliki banyak ekowisata, melainkan giliyang juga meliki sejuta budaya dan tradisi lokal yang belum terexpos di media. Salah satu kebudayaan yang masi diperthankan oleh masyarakat Giliyang adalah pelet kandung yang diyakini menyimpan makna keselamatan dalam ritual itu. Sebut saja tokoh yang ada dalam cerita ini yaitu Ahmad Syarbini dan Istiana anak dari bapak Japsan dan ibunda Khotnayani dan dari bapak Suharto dan Hapsa yang telah melaksanakan pelet kandung dua bulan yang lalu.

khidir2
Gambar diambil di acara pelet kandung saudara Ahmad Syarbini dan saudari Istiana

            Mungkin kalau kita lihat di daerah lain, ritual ini berbeda, dari segi cara mereka melaksanakannya, atau dari cara pandang mereka terhadap acara ini. sedikit saya kasih tahu yaa sahabat mengenai mikanisme pelaksanaannya. Pertama yaitu peralatan harus kita siapkan adalah gayung, pelteng, bunga tuju rupa, batang pohon beringin, telur dan kelapa. Untuk cara pelaksanaannya yaitu para suami dan istri duduk berdampinagn degan membawa telur dan buah kelapa, telurnya dijdikan sabun untuk diusapkan pada seluruh tubuh buah kelapa, dan semua keluarganya harus ada di sampingny untuk turut memandikannya dengan memakai air yang sudah dikasih bunga yang sudah disiapkan. Ada banyak makna yang terselip dalam ritual tersebut, tiga hal yang perlu diketahui dalam upacara tersebut, yaitu mengenai tujuan pelaksanaannya dan makna yang terkandung dalam bahan yang sudah disiapkannya serta kenapa dilaksanakan pada masa hamil tuju bulan. Hal itu yang perlu kita bahas untuk memberitahukan pada halayak masyaralat untuk menjaga keutuhan bertradsi dan berbudaya. Sahabat saya akan mencoba jelaskan sejauh saya yang telah melakukan penelitian pada sesepuh msyarakat Giliyang Sumenep. Saya mulai dari yang peratama ya sahabat, yaitu tujuan pelaksanaannya, tujuan pelaksanaan dari peret kandung sendiri menurut pitutur sesepuh Giliyang adalah yaitu sebagai simbol atau tanda kabar gembira bagi mereka mempelai, kadua adalah makna yang terkandung dalam alat serta tata cara dalam ritual ini adalah sebagai berikut:
Telur    : diartikan sebagai sabun yang kemudian dinggunakan untuk membersihkan bayi
Kelapa : diartikan sebagai bayi dari kedua pasutri
Pohon beringin: diartikan sebagai pohon yang rindang yang yang diyakini sebagai symbol agar kandungan menjadi sejuk, yang ketiga adalah kenapa ritual pelet kandung dilaksanakan pada masa usia 7 bulan kandungan, menurut pitutur sesepuh masyarakat Giliyang madura pada masa 7 bulan bayi merupakan masa pembentukan janin dimana hal itu harus dijaga dan di rawat denagn baik, oleh karenanya Madura khususnya masyarakat Giliyang Sumenep tetap melestarikan tradsi dan budaya budaya sperti ini.
Kami bisa menyimpulkan sedikit mengenai cerita diatas bahwa ini merupakan tradisi turun temurun pulau Sumenep Madura yang diyakini memiliki keutamaan dan kekuatan magis didalmnya yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar sebagai cara rasa syukur mereka agar buah hatinya selamat dunia akhirat.

khidir3
Budaya local yang masih dipertahankan oleh masyarakat Sumenep Madura
Oleh : Khoidir rahman
Biro dakwah dan kajian islam KOM PMII UTM

Selasa, 19 September 2017

Menjadi seorang aktivis perempuan



*Untuk menjadi seorang aktivis perempuan*

Kultur budaya khususnya di Madura masih saja memandang seorang perempuan ialah tidak penting atau bisa dikatakan perempuan second class. Tentu saja hal tersebut tidaklah adil untuk para perempuan itu sendiri, maka tidaklah heran jika para perempuan sekarang selalu menyebut-nyebut  frasa yaitu *kesetaraan gender,* namun yang perlu digaris bawahi adalah kesetaraan yang seperti apa?

Jika mendiskusikan hal ini dengan lawan jenis tentu tidak akan pernah ada akhirnya, laki-laki tidak akan mau disaingi oleh perempuan, disisi lain perempuan ingin menyuarakan dan menuntut haknya. Kiranya perlu dirubah dan di luruskan terlebih dahulu mindset atau pemikiran yang telah mencapai level keyakinan tersebut.

Ilmu yang saya peroleh dari mengikuti *sekolah islam gender* (SIG) setahun yang lalu, bahwa perempuan itu memiliki 2 ranah, yaitu ranah domistik dan ranah publik. Kultur budaya yang selalu mengatakan bahwa perempuan itu hanya di dapur, di sumur, dan di kasur inilah yang menjadi alasan utama para perempuan harus berteriak kesetaraan gender, padahal bagi yang pencipta tidak ada perbedaan seperti itu, yang membedakan hanya tingkat keimanannya. Lantas mengapa mindset orang madura seperti ini?

Ketika seorang perempuan hendak melanjutkan pendidikan selalu ada saja alasan sehingga tidak akan diizinkan. Namun ketika anak laki-laki hendak melanjutkan pendidikan dan mengejar cita-citanya dukungan datang dari semua kalangan. Pemikiran macam apa ini? Sekali lagi saya tegaskan perempuan tidak akan berteriak kesetaraan gender jika mindset seperti itu dibuang. Seorang perempuan hanya ingin mendapatkan hal yang layak halnya laki-laki, hak untuk berpendidikan, hal untuk bisa menyampaikan pendapat. Judul skripsi untuk anak hukum (pertanggung jawaban pidana mengenai penegakan HAM (perempuan) ditinjau dari kultur budaya Madura), ini merupakan isuk hukum perempuan bisa menuntutnya.

Dan juga yang sering kali membuat mahasiswi galau adalah untuk ikut organisasi, kita ketahui sendiri bahwa bahasa-bahasa yang biasa digunakan anak organisasi adalah rapat dan ngopi, sedangkan para perempuan untuk hal seperti saja sudah sangat dibatasi, belum ditambah cemohan yang akan diperoleh dari tetangga karena pulang malam, ngumpul dengan yang bulan muhrimnya dan lain-lain. Ribet kan jadi perempuan?

Di satu sisi, untuk perempuan masa kini karir ialah sangat penting. Seorang tidak akan mengingkari takdirnya diranah domistik, yaitu melahirkan, menyusui, dan melayani suami. Perempuan sangat sepakat jika ranah ini telah menjadi kodrati perempuan, perempuan juga tidak mengingkari jika perempuan harus berada dibawah pengampunan laki-laki (untuk perempuan yang telah bersuami).

Berbicara ranah publik yaitu perempuan setara dengan laki-laki dalam hal berpolitik, pendidikan dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang selalu diteriakkan perempuan adalah di ranah publik, tentu pria akan pasang muka karena tidak ingin disaingi oleh perempuan, entah takut dikalahkan atau malu.

Saya sering mendengar bahwa laki-laki adalah emas 24 karat, tapi saya katakan bahwa perempuan adalah ibtan berlian. Perempuan sholiha adalah sebaik-bainya  dunia. Surga ada di bawah kaki perempuan (ibu), jadi mari kita ubah pemikiran buruk yang sangat tidak baik tersebut.

Pejuang emansipasi wanita, ibu besar kita Kartini adalah istri kedua. Hal inilah yang menjadi tolak ukur perempuan untuk minder, memang ada masalah apa jika Kartini istri kedua? toh dalam ranah publik beliau mampu mengalahkan para laki-laki masa itu, Kartini lebih di kenal daripada laki-laki waktu itu.

Disadari atau tidak, kitalah Kartini modern. Kartini dikenal karena tulisannya, seperti pepatah "aku ada karena aku menulis".

Jadi sudah jelas apa sebenarnya yang diinginkan oleh para wanita, tidak untuk menyaingi laki-laki dan menuntut apapun, mengutip kata-kata ustadzah Oki Setiana Dewi "setidaknya anak-anakku dirumah dididik oleh seorang Dr." 🙂


oleh: Lina Andriyani

Senin, 18 September 2017

Kultur Kejahatan di Bangkalan dan peran Mahasiswa



sebelumnya, assalamualaikum wr wb
pada kesempatan kali ini saya ingin mengkaji lebih dalam mengenai kultur kejahatan yang ada di madura khususnya Bangkalan.

inspirasi ini saya peroleh ketika mengikuti mata kuliah viktimologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang korban pagi ini, senin (18 september 2017)

sampai saat ini saya masih terheran-heran dengan sebuah kisah yang mengisahkan bahwa di bumi tempat saya mencari ilmu ini seseorang harus menebus barang miliknya sendiri, sedikit lucu dan tidak sama sekali bisa di cerna oleh pemikiran kritis seorang akademik. tapi inilah adanya.

terkisah bahwasanya ketika seseorang kehilangan motor khususnya mahasiswa UTM ( karena yang saya tau selalu mahasiswa dan bukan berarti tidak berlaku untuk warga biasa) mereka harus menebus motornya yang hilang agar bisa kembali dengan sejumlah uang. pertanyaannya, jika seorang mahasiswa tadi tau bahwa ia harus menebus sejumlah uang otomatis dan secara bersamaan korban (mahasiswa) mengetahui siapa yang telah mencuri motornya, lantas mengapa hal tersebut masih dibiarkan dan membudaya dikota dzikir dan shalawat ini?

kajian ini saya landaskan pada teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman yang mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung pada 3 unsur, yaitu: substance of law (substansi hukum), structure of law (struktur hukum), dan legal culture (budaya hukum).

substansi hukum berarti berbicara tentang undang-undang, sudah adakah undang-undang yang mengatur tentang hal tersebut atau tidak, kemudia struktur hukum yaitu lebih berbicara pada aparat penegak hukumnya, sudah berjalan dengan baikkah penegakan hukum di Bangkalan ini, dan yang terakhir adalah berbicara tentang budaya hukumnya. sangat disayangkan sekali hal yang membudaya seperti kasus diatas hanya dibiarkan begitu adanya oleh kaum intelektual yang katanya adalah agen perubahan.

bahkan beberapa kali saya mendengar jika ada kejadian tersebut dan langsung melapor pihak berwajib maka alamat motornya tidak akan pernah kembali. lalu apa saja yang kita lakukan selaku agen perubahan? jawabannya adalah mengamini budaya tersebut.

hahahaha, mereka sibuk mendiskusikan negara. bahkan saya sempat berpikir apa yang akan saya lakukan jika hal tersebut menimpah saya, naudzubillah

hal yang telah membudaya seperti ini perlu kiranya kita kaji agar bisa menemukan solusi bersama, solusi yang ingin saya sampaikan sebenarnya memang masih kebingungan juga namun bisa kembali pada kesadaran masing-masing, hal ini sangat memerlukan pemikiran dari kaum intelektual, mari jangan hanya berdiskusi mengenai negara namun juga harus ada implementasi atau wujud nyata dari hasil yang telah di diskusikan dengan memberantas beberapa kebiasaan yang sudah mulai membudaya kotor tersebut.

oleh: Lina Andriyani

Kader rayon al-amien

Minggu, 17 September 2017

Aktivis PMII




Sabtu, 16 September 2017

NDP Dalam Diam Kader PMII


*NDP Dalam Diam Kader PMII*

Oleh: Khairul Amin*

Manusia jangan menunggu hancur dulu baru insyaf (Emha Ainun Najib).

Sebelumnya, saya meminta maaf kepada Cak Nun telah lancang memamerkan sabda-sabda perubahannya ke khalayak umum, khususnya kepada Sahabat-sahabati di PMII. Jujur Cak, saya melakukan hal demikian bukan bermaksud memperkenalkan panjenengan apalagi hendak mendoktrin siapapun dengan modal kata-kata, tujuan saya satu: ingin membuat tulisan pendek yang menginspirasi. Jika Cak Nun nantinya menolak nama dan quote-nya dicatut, 30 menit mendatang saya akan ubah total atau menghapus-nya dari tulisan ini lalu menggantinya dengan orang lain. Tapi harapan terbesar saya, Cak Nun mengikhlaskan. Hehe...

Baiklah, anggap saja urusan saya dengan Cak Nun selesai dulu. Selanjutnya, saya hanya ingin mengatakan sedikit bahwa cendekiawan sekaliber Cak Nun begitu besar perhatiannya pada kata "menunggu". Dalam kata "menunggu" tersimpan energi positif-negatif yang terus berputar-putar menemukan puncak eksis-nya, berebut dominan menuju realitas. Dalam "menunggu" kita merasakan jiwa sedang berdilema, bercengkrama, berdialektika dengan alam. Dalam "menunggu" pula, bentuk "su'udzan dan husnudzan" akan nampak begitu jelas terlihat dari diri seseorang.

Pernahkah menunggu sesuatu atau bahkan seseorang? Pernahkah yang ditunggu terlambat atau bahkan tidak datang sama sekali? Apa yang akan kita lakukan jika menunggu-nya belum kunjung pasti, konsisten menunggu hingga yang ditunggu datang menghampiri atau memilih pergi karena terlanjur dikecewakan ?  Atau yang mengerikan, pernahkah kita menunggu lama-lama tapi yang datang bukan yang ditunggu? Jika pernah merasakan proses tunggu-menunggu begini, artinya kita telah berdiri diantara kegagalan proses dan kesuksesan proses.

Sikap menunggu ini bukan perkara sepele. Kalau boleh saya katakan, menunggu adalah satu-kesatuan yang menyatu dengan hidup itu sendiri. Di otak-otak cemerlang layaknya Cak Nun, "menunggu" ditafsirkan hal yang "diam" sehingga Cak Nun mengimbuhi kata "jangan" sebelumnya.  Dengan demikian, menunggu menjadi kata kerja yang pasif sehingga ditekan oleh cak Nun untuk aktif. Tak usah terlalu mengernyitkan kening begitu, sederhananya cak Nun sedang berusaha menyadarkan kita semua bahwa menunggu itu tak baik, lebih baik bergerak menuju baik sebelum jiwa atau jasad ini tak sempat merasakan kebaikan.

Menurut saya menunggu tak selamanya diam dalam arti fisik. Bagi saya, diam sebenarnya bergerak dalam hal lain. Wah kok bisa?  Saya tak bermaksud menjadi biang kerok segala masalah dalam hidup ini dengan menyampaikan kontroversi-kata tapi itulah uneg-uneg saya pribadi selama ini. Bukankah gerak-diam dua kata berantonim yang jelas berbeda? Mengapa bisa dikata diam berarti bergerak? Ah, mari saya luruskan.

Pertanyaan yang muncul seperti ini, benarkah ketika jasad diam, hati dan pikiran ikut terdiam? Benarkah? Tolong bantu dijawab. Saya rasa tidak. Kalaupun orang melihat saya "terdiam" di bawah pohon dengan tatapan kosong bukan berarti pikiran saya mandeg atau hati saya buntu dan nyangkut di ranting pohon, bukan?

Saya sepakat dengan Cak Nun, saya yakin Cak Nun menginterpretasikan "menunggu" tak sebatas fisik semata, melainkan lebih jauh dari itu. Sehingga Cak Nun tegas menyuarakan "jangan menunggu". Sampai di sini, Cak Nun akurat  dengan kredonya itu. Cak Nun memotivasi kita untuk menghadapi hidup tidak biasa-biasa saja, serius. Walau kelihatan santai dan menurut orang kita sedang diam "buktikan bahwa dalam diam kita sedang bergerak, hati dan pikiran kita tercurahkan atas suatu tujuan tertentu". Itulah makna esensial menunggu yang sedari tadi saya maksud.

Di PMII, ada Nilai Dasar Pergerakan, lebih lanjut disebut NDP. Dalam NDP, sebagai warga pergerakan senantiasa berpegang teguh pada hablum min-Allah, hablum min-Annas, hablum min-Al 'Alam. Apa sangkut pautnya? Kok ngawur gini yaa? Lagi-lagi perlu saya sampaikan. Bahwa nama "pergerakan" yang tersemat dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia adalah representasi bahwa Mahasiswa PMII terus bergerak, tak pernah diam. PMII peka pada keadaan sosial Masyarakat dan menyadari betul terhadap tri-fungsi Mahasiswa sebagai agen of change, man of analysis, and social control. Diam menunggu-nya kader PMII adalah strategi, gerak-nya PMII adalah perwujudan kepedulian sosial.

NDP sebagai patokan primordiil PMII harus selalu dipegang erat walaupun kita dalam proses menunggu sekalipun. Dalam menunggu kita berdzikir dan berfikir, dan akhirnya beramal shaleh bagi seluruh umat ketika bergerak. Sejatinya, menunggu bagi kader PMII telah merealisasikan nilai dasar pergerakan. Buktinya? Dalam menunggu apapun, kader PMII melantunkan dzikir kepada Allah untuk meminta petunjuk dan kebaikan. Menunggu bagi kader PMII adalah proses berpikir mengencangkan intelektual guna semakin solutif mencari penyelesaian masalah yang ada, mencari inspirasi dari fenomena alam sekitar dengan analisis yang betul-betul tajam. Akhirnya, manusia-manusia dalam rangkulan PMII akan merasakan kenyamanan dan ketertiban.

Sudah jelas bukan, menunggu (baca: proses) di PMII itu bermanfaat. Maka dari itu jangan segan-segan berproses di PMII, eman-eman. Siapa tahu, dalam proses "menunggu" di PMII akan ada sahabat yang "tergerak" hatinya menemani sahabati yang lelah "menunggu"? atau sebaliknya ada sahabati yang "tergerak" hatinya mendukung sahabat-nya yang "menunggu" untuk mendapat teman hidup, bukan?. Hahaha

Bangkalan, 17 September 2017

Kader PMII Rayon Al-Amin Fakultas Hukum UTM

MEMBANGUN GERAKAN INTELEKTUAL DI PMII


MEMBANGUN GERAKAN INTELEKTUAL DI PMII

“Terbentuknya pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab  mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan indonesia”

Membaca kembali dan menginterpretasi ulang cita-cita besar yang termaktub dalam tujuan PMII adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anggota dan kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. kalimat yang menjadi pembuka dari tulisan ini di atas adalah tujuan yang sebagaimana termaktub dalam AD/ ART PMII BAB IV pasal 4. yang fenomenanya pada saat ini masih banyak anggota atau kader PMII melupakannya.

Menilik sedikit secara historis, PMII merupakan organisasi mahasiswa yang hadir ke hadapan mahasiswa Nahdhiyyin akibat dari kegalauan dan keinginan mahasiswa NU untuk memiliki tempat berproses dan beraktifitas pada awal sebelum proses pembentukannya. karena wadah berjuang dan berproses yang mengusung cita-cita luhur bagi mahasiswa NU di perguruan tinggi pada saat itu belum secara resmi dimiliki sama sekali. hanya ada Ikatan Pelajar Nahlatul Ulama’ (IPNU) yang masih terfokus pada tingkatan pelajar di sekolah-sekolah. Tidak larut daripada itu Usaha-usaha pembentukan bermunculan, departemen perguruan Tinggi dibentuk dibawah IPNU namun belum bisa mengakomodir gerakan dan perjuangan mahasiswa NU. akhirnya Organisasi mahasiswa NU yang sekopnya lokal bermunculan. Hingga kemudian terbentuk sebuah organisasi yang bernama PMII, semuanya membutuhkan proses dan usaha yang begitu panjang dari para pendirinya.
Era sekarang Pada saat cita-cita pendahulu, dan tujuan dalam PMII jika hanya dijadikan slogan oleh mahasiswa pergerakan. Maka dapat dikatakan bahwa dosa sejarah dan dosa kaderisasi telah dilakukan oleh kader tersebut. Karena sejatinya cita-cita bukan hanya mimpi, bukan hanya  adagium yang tak dihormati, harus ada usaha yang dilakukan untuk mencapainya. Harus ada gerakan untuk menindaklanjutinya.

Kembali pada AD/ART PMII sebagai aturan tertinggi di dalam organisasi PMII, mewujudkan Manusia yang unggul dalam Hal keilmuan adalah salah satu point penting yang wajib diperhatikan, karena umat islam pada saat sekarang sedang menghadapi berbagai benturan pemikiran dan cemoohan sebagai umat yang tertidur, miskin, bodoh dan belum bisa menciptakan pemikiran-pemikiran besar seperti pada zaman keemasan islam. oleh sebab itu kemudian sebagai refleksi PMII mengajak kader-kadernya untuk kembali membudayakan berpikir, membaca, berdiskusi dan lain sebagainya untuk menunjang kapasitas keilmuan dan kreatifitas kader. dalam bahasa lebih gampangnya PMII mengajak melakukan gerakan intelektual.

mengembalikan PMII sebagai Gerakan Intelektual?
Pada tahun 1990-an sampai saat ini peran mahasiswa utamanya PMII seakan tidak cukup memuaskan apabila tidak disimplifikasi dengan kata-kata gerakan. Gerakan sebagai makna semantik dari prototipe dinamis, penuh idealisme, penuh dengan dedikasi, tanpa kompromi, solid, commited, militan dan terorganisasi
Gerakan intelektual bukanlah satu hal yang baru, akan tetapi banyak dilupakan utamanya oleh para aktivis-aktivis mahasiswa di perguruan tinggi. Padahal ketika secara umum membaca Tri dharma Perguruan tinggi poin pertama yang tidak dapat ditinggalkan oleh civitas akademika yang dalam hal ini salah satunya mahasiswa adalah pendidikan dan pengajaran yang tidak jauh dari pemahaman dan peningkatan kapasitas intelektual.

Hal tersebut juga senada dengan Tri Motto PMII yakni Dzikir, Fikir Amal Shaleh. Dimana Fikir tidak terlepas dari bagian yang harus dioptimalisasi setelah kualitas primordial manusia sebagai hamba Tuhan adalah wajib mengabdi dan menghambakan diri pada Allah. Hal tersebut terkandung dalam makna dzikir, sedangkan Fikir adalah bagian penting karena disana sebagai differensia atau pembeda absolut dari Makhluk Tuhan yang lainnya. Dari sana juga sudah tercermin keinginan akan cita-cita PMII agar kualitas kader PMII adalah berintelektual.

Bahkan tri khidmat PMII jika kita bisa memaknai bahwa khidmat adalah berbicara pengabdian setelah masuk dan sah sebagai anggota, kader, pengurus PMII aspek “Intelektual” juga menjadi poin penting dan utama di dalamnya.

Kembali pada tujuan PMII sebagaimana  awal, yang termaktub pada AD/ ART, ada garis besar tujuan yaitu “berilmu serta cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya” hal ini juga menjadi alasan yang sangat penting bahwa harakah (gerakan) PMII harus mengembalikan dirinya pada gerakan intelektual. Karena selain sebagai misi dari setiap warga pergerakan, gerakan intelektual juga merupakan kewajiban dari setiap insan yang bernama Umat MUHAMMAD SAW. Oleh sebab itu PMII kemudian menempatkan Ulul Albab sebagai Eka Citra Diri PMII yang pemahamannya sangat luas.

Gerakan Intelektual saat ini banyak sekali macamnya dan dapat dilakukan di PMII salah satunya dengan membangun budaya membaca, diskusi, mengkaji berbagai persoalan,membuat penelitian, membudayakan menulis dan lain-lain. Hal itu menjadi salah satu bagian kecil yang harus dikembalikan dan ditradisikan di PMII.

Pentingnya hal tersebut karena fakta sejarah mengatakan bahwa gerakan besar dan perubahan yang besar di dunia ini, lahir dari teori, pengetahuan dan pemikiran-pemikiran yang besar. Dari orang-orang yang mempunyai komitmen intelektual dan kemudian diaplikasikan pada dunia yang nyata. Dan PMII harus melakukan hal itu juga.
Terakhir Tulisan ini hanya buah pemikiran yang lugas dan baru saja lewat dalam benak dan pemikiran saya. Apabila ada kekeliruan dan kesalahan maka itu murni kesalahan dan kekurangan penulis.

Wallahu A’lam bis-shawab

Oleh.Ach. Zahid

* merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trunojoyo Madura, sekaligus Kader PMII dan Pengurus Rayon As-Shiddiq Komisariat Universitas Trunojoyo Madura.

Gelombang Zaman


Gelombang Zaman

Perjalanan zaman.
Semakin bergelombang jalan yang di tempuh.
Serpihan kelikir  bertaburan enotori jalanan.
Aspal tak lagi menghitam.
Dupenuhi debu yang penuh dosa..
Penerus bangsa banyak yang lupa.
Siapa dirinya.
Dan dimana ia tinggal.
Tak lagi mengenal pengorbanan.
Tak lagi mengenal kemaslahatan.
Kebatilan selalu terimplimentasikan mengotori jalanan.
Dalam benak bangsa bersemayang akan pertanyaan.
Ada apa dengan bangsa ini ?
Semua hanya sandiwara.
Pejuang hanya berupa tangisan, tiada lagi gerakan.
Rakyat kumuh penuh luka.
Jalan dan gedung penuh kedzoliman.
Tak sadarkah mereka ?
Bangsa ini menangis walau tak berair mata.
Darah yang tertumpah di bumi pertiwi.
Hanya menjadi sebuah alas sang kaki pendusta..

#Hanya mengabadikan saja

Karya : Moh. Mukti

Jumat, 15 September 2017

Antara Maestro Coffee dan Sekret PMII


“Ketahuilah, hal-hal terindah di dunia ini terkadang tak bisa terlihat dalam pandangan atau teraba dengan sentuhan; mereka hanya bisa terasakan dengan hati.”
Helen Keller, Penulis Tuna Wicara-Netra AS (1880-1968)

Tiada yang tahu pasti asbabun nudzul mengapa sebuah coffe lokasinya serta-merta berdempetan dengan sekret PMII.Mungkin itu terjadi secara kebetulan, tetapi mungkin juga memang telah direncanakan. Tetapi mari kita coba lupakan soal kebetulan dan mencari kebenaran filosofisnya lebih jauh.

Kedekatan antara sekret PMII dan Maestro Coffee (itulah nama coffee yang betul-betul kami hafal) mendorong 'imaji kolektif' pada suatu pemahaman yang bertumpu di titik persinggungan antara semangat pergerakan dan spirit intelektualitas . Sekret PMII, adalah tempat sakral dimana semua kegiatan-kegiatan "Rahmatan lil 'alamin" bermula. Maestro Coffee juga demikian, sebuah tempat dimana  "Magis Amica Varitas"-nya para intelektual muda menampakkan nyali inovatifnya. Keduanya memilki kesamaan secara diametral yang kental, dan sungguh sayang jika momentum kedekatan tersebut tidak dimanfaatkan.

Sayangnya, kedekatan keduanya acapkali terpisah oleh sekat-sekat kepentingan individualistis yang enggan berusaha memposisikan lokasi ini pada satu tujuan, kebaikan. Ada yang fokus ngopi tapi enggan mengunjungi sekret. Ada yang kelamaan di sekret lalu lupa menemui sahabat-sahabatnya di coffee. Dua kondisi ini rentan terjadi walaupun tidak selalu terjadi. Ini hanya analisis saya.

Kedekatan --lebih inten dipahami--memiliki elemen psikologis yang berupa rambu-rambu reciprokal  dan memiliki makna-makna. Makna kedekatan jika diibaratkan dengan sepasang kekasih maka akan timbul "kerinduan tiada tara" bila hati keduanya tak lagi berdekatan atau jauh. Iya, bukan ? Hehe

Hari ini, begitu banyak permasalahan yang bangsa hadapi. Ekonomi yang menukik tajam, kemiskinan yang mengakar subur, politik yang semakin menampakkan muka serigala berbulu domba-nya, lembaga pendidikan yang menjelma ladang komersialiasi untuk mencapai ketenaran semata, praktik korupsi pun meramaikan bursa transfer "kekuasaan dan keterpurukan". Sketsa buram yang sangat memprihatinkan yang terjadi di negeri ini. Ditambah lagi fenomena-fenomena di tingkat lokal tersendiri, khususnya di Bangkalan Madura.

Pertanyaan yang akan mencuat, "Apa yang hendak kita konsep dan lakukan bersama untuk mengatasi masalah tersebut diatas ?", atau "Bisakah semua permasalahan itu terpecahkan ?" Saya tidak akan menjawab pertanyaan diatas, tapi saya mengajak semua sahabat-sahabati untuk berkontemplasi.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang merupakan organisasi kemahasiswaan terbesar dan dihuni oleh Mahasiswa terbaik bangsa ini, tentu bisa mengatasi kecamuk masalah bangsa yang terus menjadi-menjadi. Bagaimana caranya ? Nah, Diskusi yang matang menyusun konsep pergerakanlah yang dibutuhkan. Ada yang bilang "Konsep tanpa eksekusi adalah kosong, eksekusi tanpa konsep adalah mimpi buruk", pernyataan ini benar adanya dan saya sangat sepakat.

Mengapa sekret PMII dan Mestro Coffee berdekatan ? . Saya lupa memberikan kejelasan, maafkaaan.. Hemat saya tidak ada kedekatan yang sia-sia, kesemuanya punya "maqhasid". Lalu apa sebenarnya filosofi kedekatan sekret PMII dan Maestro Coffee ? Jika dibaca secara jeli, maka sebenarnya pernyataan ini sudah terjawab. Namun izinkanlah saya mempertegas dengan yang sederhana

"Maestro Coffee tempat orang-orang hebat berdiskusi. Sekret PMII tempat orang-orang hebat beraksi. Jika keduanya saling berkolaborasi, percayalah Mahbub Djunaidi pun akan mengapresiasi"

(Bangkalan, Sabtu 16 September 2017)

Karya Kharul Amin (Kader Rayon Al-Amien)

Kamis, 14 September 2017

Ke-PMII-an dan Strategi Pemetaan Politik Kampus


Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia angkatan 2016 mengundang Ketua Cabang PMII Bangkalan sahabat Bahiruddin sebagai pemateri dalam kajian rutin, tadi malam di taman kampus. Kajian tersebut mengambil tema  tentang "Ke-PMII-an dan Strategi Pemetaan Politik Kampus"  sebagai upaya untuk menanamkan jiwa PMII-isme pada sahabat-sahabati angkatan 2016 dalam rangka konsolidasi solidaritas internal PMII serta bagaimana langkah perjalanan PMII ke depan guna menghadapai konstelasi politik kampus.

Sekitar jam 19.00 WIB kajian dimulai, dipimpin oleh sahabat Khairul Amin sebagai moderator. Kajian sederhana tersebut diikuti dengan penuh antusias oleh sahabat-sahabati angkatan 2016. "Saya  datang jauh-jauh dari  desa Kokop untuk menghadiri panggilan dari kalian, sahabat-sahabati angkatan 2016 " tegas sahabat Bahiruddin. Pernyataan tersebut memberikan suntikan luar biasa betapa semangat keorganisasian perlu dicontoh oleh  sahabat-sahabati.

Karena terbatas oleh waktu berhubung sahabat Bahir memiliki agenda penting ke Sidoarjo. Pembahasan tadi malam terselenggara dengan cepat namun akurat. Sebelum memasuki inti pembahasan, sahabat Bahiruddin bercerita seputar pengalaman hidupnya selama di kampus mulai dari ketika beliau menjabat sebagai Ketua DPM Fakultas Hukum UTM hingga menjadi Ketua Cabang PMII Bangkalan. "Hanya orang-orang yang bertahan di Organisasi yang akan jadi pemenang sejati" begitu pesan sahabat Bahiruddin. "Sekarang ketika masih di kampus mungkin kalian belum merasakan nikmatnya ber-PMII, namun kalian akan merasakan bahwa yang tidak ikut PMII akan menyesal di kemudian hari" lanjutnya.

Selain membahas seputar politik kampus, tak lupa kajian tadi malam juga menyinggung masalah materi kuliah. Pada muaranya, Sahabat Bahiruddin menyarankan untuk membentuk klub diskusi guna membahas seputar data atau isu hukum yang lagi nge-hits.  "Anak hukum tapi tidak tau isu atau fakta hukum, kan lucu. Taunya cuma buat status alay di facebook ?" Tutur sang aktivis yang baru menyandang gelar S.H tersebut disambut tawa dari sahabat-sahabati.

Kajian tadi malam berakhir disekitar jam 21.00 WIB. Kajian ditutup setelah sesi tanya jawab dari sahabat-sahabati. "Bumbu organisasi adalah komunikasi,  inten menjaga komunikasi  maka semakin sukses organisasi itu berjalan". Pesan penutup beliau. Masih banyak sebenarnya penjelasan  yang disampaikan namun tidak sempat dituliskan. Semoga kajian ini terus berlangsung rutin dan PMII semakin maju kedepannya (an/PMII)

Penulis Khairul Amin (Kader Rayon Al-Amin

Jumat, 25 Agustus 2017

MAPABA Rayon Al Amien Jilid I


Ketua Komisariat Pmii Utm sahabat Mohammad Ruli saat menghadiri pembukaan sekaligus mengisi Materi ke-PMII-an pada acara MAPABA Jilid 1 Pmii Rayon Al-Amien Fakultas Hukum UTM


Mapaba PMII UTM

Mapaba PMII UTM Mantapkan Karakter Kepemimpinan

Bangkalan – Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Al-Amien Komisariat Universitas Trunojoyo Madura (UTM) betul-betul memerhatikan pentingnya leadership. Untuk itu, Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) jilid 1 yang diadakan organisasi tersebut mengetengahkan tema “Memantapkan Idealisme dan Karakter Kepemimpinan Melalui PMII”.
Dalam kegiatan tersebut hadir Ketua Rayon PMII se-Bangkalan dan didampingi Oleh Ketua Komisariat UTM sahabat Moh. Ruli, Ketua Cabang Sahabat Bahiruddin, Ketua Garda Bangsa, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Sahabat Firman Akbar, Presiden Mahasiswa sahabat Arifin dan Wakil Presiden Mahasiswa Sahabat Taufik Hidayah.
Mapaba kali ini berbeda dengan tahun sebelum-sebelumnya. Jika pemateri tahun sebelumnya dari alumni PMII, kali ini pematerinya dari Pengurus Komisariat PMII UTM. Tujuannya, guna membentuk hubungan emosional antarjunior dan senior lebih mapan.
Ketua panitia sahabat Rofiqin mengungkapkan, Mapaba kali ini diikuti oleh 40 peserta. Mereka merupakan mahasiswa baru Fakultas Hukum UTM. Kegiatan ini berlangsung sejak Jumat (25/8) pukul 19.00 sampai Minggu (27/8) mendatang.
Dalam sambutannya, Ketua Rayon sahabat Misbahul Munir berharap besar dengan diadakannya Mapaba mampu mencetak kader yang idealis dan berkarakter pemimpin yang kokoh spritual, mapan intelektual, dan manfaat nyata bagi NKRI.
“Saat ini, Indonesia membutuhkan sosok kader dan pemimpin yang tangguh, bertanggung jawab terhadap hablun minannas wahablum minallah. Itu sesuai dengan ruh PMII sendiri sebagai organisasi yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan, kemahasiswaan dan kebangsaan,” ucap Ketua Komisariat utm Sahabat Moh. Ruli l.
Sementara itu, Ketua Cabang sahabat Bahiruddin berpesan kepada para aktivis PMII agar tidak lama-lama di kampus.
“Sekalipun kalian aktivis, harus lulus tepat waktu,” tegasnya.

Reporter: Halimi
Redaktur: Sule Sulaiman

Selasa, 30 Mei 2017

PEMBUNUHAN KARAKTER PEMBODOHAN KADER

Layaknya sebuah toko yang baru dibuka, dengan berbagai hidangan makanan yang mengundang selera, dengan harga yang diobral, akan tidak terhitung berapa banyak pengunjung yang datang. Mereka tertarik dengan yang diberikan dan dihidangkan. Tanpa kita tahu ketertarikan itu merupakan ketertarikan semu atau nyata. Mereka yang masuk ke dalam toko tersebut berasal dari banyak latar belakang. Ada yang kaya, ada yang miskin, ada yang kaya tapi pura-pura miskin, ada pula yang miskin tapi berlaga kaya.  Dari sekian pengunjung yang datang, ada yang memang ingin tahu tentang apa yang dijual oleh toko tersebut, ada pula yang memang hanya ingin sekedar tahu, ada yang potensial untuk pengembangan usaha melalui pelanggan, ada pula yang ingin mencuri ilmunya untuk digunakan di tempat lain. Semuanya masuk tanpa disadari oleh pemilik toko bahwa masing-masing pengunjung yang datang sebenarnya memiliki hal yang bisa merugikan ataupun menguntungkan usahanya. Ia hanya memikirkan grand opening usahanya bagus, banyak yang tertarik, dan ramai. Tapi satu hal yang perlu diingat, itu hanya pembuka saja. Yang seharusnya dipikirkan adalah apa yang akan dilakukannnya kedepan untuk para pelanggan yang datang sebelumnya ?

PMII yang notabennya merupakan sebuah organisasi kemahasiswaan dengan landasan Aswaja sebagai ideologinya juga demikan. Tidak perlu kita mengatakan tidak dengan kenyataan yang ada sekarang. Tidak perlu kita menutup-nutupi adanya upaya oknum di dalamnya untuk mengejar kuantitas mahasiswa yang bisa dikadernya tanpa peduli siapa mereka, bagaimana mereka, dan untuk apa mereka mau dikader bersama perisai kita.

Mengetahui tentang siapa yang dikader, bagaimana mereka hingga harus dikader, dan apa tujuan mereka sampai mereka mau dikader adalah sebuah keharusan yang wajib diketahui oleh para punggawa biru kuning. Mereka yang kita kader, yang rata-rata mahasiswa baru saat Mapaba pastinya memiliki tujuan dan alasan sendiri. Mereka juga berasal dari berbagai macam latar belakang.

Ada yang memang ingin benar-benar belajar dengan mahasiswa lain dalam lingkup PMII. Ada yang hanya sekedar ikut-ikutan. Dan ada yang abal-abal, sama halnya dengan pelanggan di atas. Berniat mencuri ilmunya untuk aksi di lain tempat. Latar belakangnya juga banyak. Ada yang memang pintar, ada yang idealis, ada yang sukanya ngikut tanpa peduli benar dan salah, ada pula yang ingin berproses sehingga benar-benar mengamalkan apa yang diajarkan dalam perisai PMII.

Hal inilah yang ingin saya kaji.

Berbicara tentang latar belakang kader atau lebih pas disebut sebagai kepribadian kader, ada yang dikatakan sebagai kader yang dibilang pintar juga tidak, dibilang tidak pintar juga tidak. Akan tetapi dia sangat menginginkan untuk benar-benar berproses dengan PMII. Ia ingin mengamalkan apa saja yang didapatkannya selama Kaderisasi. Entah itu Keislamannya, Aswajanya, maupun NDP.nya.

Kader yang seperti inilah yang begitu ingin membangun dirinya baik dan lebih baik lagi melalui prosesnya dengan PMII. Dalam hal apapun yang dia inginkan adalah bagaimana caranya ia mengamalkan ilmunya yang didasarkan pada ajaran Islam, Aswaja, dan PMII. Bagaimanapun caranya ia akan menunjukkan bahwa sebenarnya PMII itu seperti ‘ini’ bukan seperti ‘itu’. Dalam kondisi apapun ia ingin menunjukkan kepada yang lain baik saudara seorganisasinya maupun di luar organisasinya, bahwa dia memang ‘besar’ bukan karena PMII tapi prosesnya tidak bisa dilepaskan dari PMII. Bukan pula dengan dia menempuh jalan yang berseberangan dengan komitmennya hingga harus melakukan apapun supaya PMII dikatakan besar.

Dia hanya ingin melakukan hal yang memang sesuai dengan PMII sampai ia dikatakan besar bukan karena PMII tapi dengan PMII. Hingga pada titik tertentu orang lain akan mengakui bahwa PMII memang layak dikatakan sebagai organisasi bernaungan Islam yang benar dan besar. Itu adalah bentuk mencintai organisasi yang sebenarnya harus dimengerti oleh semua kader perisai ini.

Karena begitu idealis dan komitmennya, tidak jarang kader ini mendapatkan banyak teguran dari senior-senior yang berseberangan dengan komitmennya. Dalam lingkup PMII mau dibenarkan ataukah tidak, tapi kenyataannya memang benar bahwa ada beberapa kader yang melakukan segala hal untuk mencapai tujuan. Mereka yang demikian akan mengatakan bahwa tujuannya untuk kepentingan kader lainnya dan organisasi, namun sebenarnya tidak demikian.

Ambil kondisi ketika PMII dihadapkan pada sebuah masalah. Seorang kader yang melakukan tindakan pencurian misalkan. Nyata sudah semua bukti mengarah kepadanya. Bahkan kader inipun sudah mengakui kesalahannya kepada kader yang lainnya dalam lingkup PMII. Kondisi lain lagi ketika seorang pemuda yang ketika ditemukan oleh warga diketahui sebagai kader kita. Namun dia ditemukan dalam keadaan berdua dengan lawan jenis dalam sebuah kamar.

Entah bagaimanapun alasan yang mereka buat hingga mereka melakukan hal-hal demikian. Namun seharusnya, bagaimanapun alasan yang disodorkan, sebagai seorang kader PMII sudah seharusnya kita mengatakan salah jika memang itu salah.

Sudah seharusnya kita mengerti dan memahami ajaran Rasulullah SAW untuk senantiasa menegakkan kebenaran. Jangankan senior, saudara, ataupun sahabat, anakpun jika salah ya harus dikatakan salah bukan dibenarkan kesalahannya apapun alasannya.

Bagaimanapun artinya saudara itu bagi kita, tetap tidak dibenarkan sesungguhnya saat kita mengatakan bahwa dia tidak melakukan hal yang sebenarnya dilakukannya. Bagaimanapun dan apapun alasan yang kita gunakan untuk melindungi kader tersebut tetap tidak dibenarkan jika kita tidak mengungkapkan kebenaran yang ada. Saat kita mengatakan bahwa itu demi nama organisasi kita, maka saya katakan itu adalah salah besar.

Entah memang mereka ingin melindungi nama organisasi ataukah memiliki maksud tersendiri, jika kita membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, maka itu adalah kesalahan yang besar. Jika kita memang ingin menunjukkan bahwa organisasi kita memang layak dikatakan sebagai organisasi yang benar dan besar dalam Islam maka lakukanlah sesuai dengan  tuntunan yang seharusnya. Mengatakan salah jika salah tanpa meninggalkan kader yang berbuat salah, artinya tetap mendampinginya hingga ia mampu kembali ke jalan yang benar, inilah yang seharusnya dilakukan jika kita mengatakan diri kita sebagai KADER PMII.

Ketika seorang kader menginginkan PMII melakukan hal yang demikian seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, tidak jarang ia harus menghadapi sahabat/i di atas maupun seangkatannya yang tidak satu komitmen dengan dirinya. Mereka yang seharusnya kita sebut sebagai ‘oknum’ inilah yang akan merusak citra PMII itu sendiri. Alih-alih ingin melindungi nama organisasi namun pada akhirnya kebiasaaan yang salah ini akan menciderai PMII. Jika terus dilanjutkan dengan cara demikan, maka jangan pernah berharap PMII mencetak kader-kader militan sesuai dengan tuntunan Islam. Melainkan kader-kader karbitan yang tumbuh besar bukan karena belajar namun perlindungan yang tidak berpendidikan.

Di saat dimana seorang kader PMII yang memiliki keinginan untuk menujukkan bahwa PMII memang organisasi kemahasiswaan Islam yang benar dan besar, yang menginginkan PMII kembali kepada khittahnya kemudian dipaksa menutup mata, mulut, telinga, hingga dipaksa untuk tidak bergerak saat ia tahu itu salah, maka disaat itulah karakternya dibunuh oleh sahabat organisasinya sendiri.

Sebesar apapun keinginan untuk melindungi nama organisasi padahal kita tahu jalan yang digunakan itu salah kemudian membungkam ataupun memaksa orang yang ingin mengungkapkan kebenaran untuk bungkam, tanpa di sadari kita telah membodohkan kader PMII itu sendiri. Kenapa saya katakan dibodohkan ?
Orang dikatakan pintar saat ia mampu membedakan yang benar dan yang salah lalu memilih melakukan yang benar. Sedangkan di saat itu, bukan kita dituntun untuk melakukan yang benar, malah kita dipaksa melakukan kesalahan besar dengan membenarkan yang salah. Bukankah jelas dan nyata jika saya katakan itu adalah pembodohan ?
Sahabat-sahabati, para punggawa PMII, saya yakin semua yang ada di dalam perisai biru kuning ini adalah mereka yang memiliki hati, pikiran, dan kesadaran yang melebihi mahasiswa biasa. Maka mari gunakan secara bersama-sama otak kita untuk berpikir, hati kita untuk merasa, dan kesadaran kita untuk bertindak. Katakan jika itu salah jika memang salah walaupun menyakitkan. Karena itulah yang diajarkan kepada kita masyarakat Muslim sekaligus warga pergerakan.
Jika masih ada yang mengganjal di hati dan tetap ingin melakukan hal yang demikian nyata salah, maka tanyakan pada hati sahabat/i. Kenapa sahabat/i ingin dikader oleh PMII ? Apa tujuan sahabat/i ikut berproses di PMII ? Dan hasil seperti apa yang ingin didapatkan oleh sahabat/i sekalian setelah berproses di PMII ?
Karena hanya sekedar mengingatkan bahwa pada dasarnya PMII dibentuk bukan untuk tunggangan dalam hal apapun. Melainkan sebagai wadah untuk berpegang dan berproses dengan Islam Aswaja bagi kaum mahasiswa. Lantas, mana yang ada dipikiran sahabat/i sekalian ? Menjadikan PMII sebagai tunggangan untuk akhirnya menjadi kader karbitan ataukah menjadikan PMII sebagai wadah berproses dan berpegang dengan Islam Aswaja bagi mahasiswa untuk akhirnya menjadi kader militan ?
Nyoon saporanah,…

VIEN YARI 

Senin, 13 Maret 2017

MBAH HASYIM IDEOLOG SUNNI INDONESIA

Fakta jika mayoritas umat Islam di Indonesia adalah pengikut ajaran Sunni atau ahlussunnah wal jamaah (aswaja) tidak dapat dipungkiri. Keberhasilan itu tidak bisa dilepaskan dari peran Nahdlatul Ulama yang sedari awal berdiri meneguhkan diri sebagai pengamal dan pengawal ajaran ahlussunnah wal jamaah. Diakui ataupun tidak, inklusifitas ajaran Nahdhatul Ulama yang ditransformasikan dari nilai-nilai aswaja telah memberikan kontribusi besar terciptanya wajah moderat dan fleksible Islam di Indonesia

Bangsa Indonesia yang multikultur serta kaya akan ragam tradisi, tidak menghalangi Islam ala NU membumi. Mengacu pada teori Islam Kolaboratif Prof. Nur Syam, fleksibilitas doktrin sunni mampu berkolaborasi dengan tradisi-tradisi non Islami yang telah mapan tanpa menghilangkan nilai-nilai ajaran Islam yang bersifat absolut. 
Fenomena kenduri, tahlilan, perayaan maulid, peringatan tiga hari, tujuh hari serta seratus hari pasca kematian, adalah bukti bentuk metamorfosa nilai-nilai ajaran Islam dengan budaya masyarakat Indonesia pra Islam. Sehingga, keberadaan Islam dapat diterima menjadi agama mayoritas masyarakat Indonesia tanpa resistensi yang berarti.

Dalam kajian historis, Walisongo sangat berjasa menanamkan ajaran ahlussunnah di ranah Nusantara. Namun, NU sebagai organisasi sosial keagamaan memiliki andil yang signifikan dalam mempertahankan ajaran ideologi Sunni. Menjamurnya organisasi keagamaan yang mengusung purifikasi dan pembaruan Islam dalam dekade awal abad 20 secara sistemik dan masif melakukan penggerogotan. Di sinilah NU berperan aktif melakukan pendampingan serta pengawalan terhadap tradisi Sunni sebagai way of life mayoritas umat Islam Indonesia.

Satu hal pokok yang tidak boleh dilupakan bahwa wajah Sunni Nahdlatul Ulama sangat dipengaruhi oleh paradigma Aswaja Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari. Tidak berlebihan jika KH Hasyim Asy’ari ditahbiskan sebagai ideolog Sunni Indonesia. Penelitian terbaru tentang pemikiran tokoh pendiri organisasi sosial keagamaan terbesar di dunia ini, Dr Achmad Muhibbin Zuhri menemukan corak Sunni KH Hasyim Asy’ari sangat khas dan tidak sebangun persis dengan konstruksi Sunni era awal, meskipun dalam banyak hal tetap mencerminkan pola Sunni.

Sunni Partikular ala Mbah Hasyim
Ahlussunnah wal jamaah sebagai ideologi tidak dapat dilepaskan dari normatifitas ajaran yang telah digariskan pengagasnya. Namun, dalam tataran praksis, normatifitas ajaran ahlussunnahtersebut tidak bisa melepaskan diri dari proses dialektika dengan dinamika sosio religious yang mengelilingi. Jika entitas sunni era awal pembakuan sebagai counter ideologis terhadap Mu’tazilah dan Jabariah, serta counter politic terhadap syi’ah. Hal ini berbeda dalam konteks di mana Mbah Hasyim hidup.

Meskipun bangunan pemikiran Mbah Hasyim dipengaruhi oleh pemikiran ulama abad pertengahan dan klasik, namun dekade Mbah Hasyim identik dengan era pertarungan antara entitas Islam Tradisional yang diwakili oleh masyarakat pesantren dan mayoritas umat Islam Indonesia yang berhaluan sunni, berhadapan dengan entitas Islam puritan dan pembaharu yang dikelompokkan dalam Islam Modernis. Uniknya, kelompok Tradisionalis maupun Puritan-Modernis sama-sama mengaku sebagai entitas sunni dan secara geneologis bertemu pada simpul Ahmad bin Hanbal pendiri Madzhab Hanbali yang dikenal otoritasnya sebagai ahli hadist.

Konstruksi naratif pemikiran Mbah Hasyim dapat dipandang sebagai salah satu “counter discource” terhadap mainstream pemikiran modernis dan puritan. Yakni kelompok yang menolak secara tegas pola bermadzhab dan taqlid serta melarang bid’ah atau kreatifitas dalam ibadah yang secara eksplisit tidak terdapat acuan dalam nash Al-Qur’an maupun Al-Hadis. 

Pandangan Mbah Hasyim mengenai tawassul, istighatsah, syafa’at, kewalian, maulid, tarekat, dalam beberapa kitab karangannya merupakan wacana tanding pemikiran kelompok Islam Puritan yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri Aliran Wahhabi. Sedangkan isu-isu pembaruan yang dimunculkan oleh kalangan Modernis pengikut pemikiran Jamaluddin al-Afghani, Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, direspon oleh Mbah Hasyim dalam pembahasan seputar ijtihad, madzhab, taqlid, talfiq, sunnah dan bid’ah. 

Menurut Muhibbin, deskripsi pemikiran keagamaan Kiai Hasyim di atas berimplikasi teoritis terhadap konsep Sunnisme. Mbah Hasyim dapat diintrodusir sebagai “sunni partikular”, yaitu paham ahlussunnah wal jamaah yang telah berdialog dengan dinamika keagamaan di Indonesia, khususnya dialektika modernis-tradisionalis pada abad ke-20. (hal. 265)

Sebagai bagian dari komunitas Nahdliyin, penulis telah berhasil menggali dengan mendalam tentang konstruksi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Tokoh pendiri Nahdlatul Ulama yang hingga saat ini menjadi ikon Islam subtantif dan moderat. Buku ini merupakan hasil disertasi yang diterbitkan, sehingga alur penulisannya sistematis dan analisanya mendalam. Oleh penulis, pembaca diajak mengarungi pemikiran ahlussunnah KH. Hasyim Asy’ari secara runtut dan detail. Mulai dari kajian embrio munculnya pemikiran Sunni, konsolidasi, pelembagaan ideologi sunni era abad pertengahan, hingga dialektika sunni dengan realitas sosio-religius yang melingkupinya dalam berbagai dekade.

Tidak kalah menarik, uraian tentang latar belakang intelektual yang membentuk paradigma Sunni KH Hasyim Asy’ari serta bagaimana pendiri Nahdlatul Ulama ini berusaha mendialektikakan mainstream sunni dengan realitas sosio-religious masyarakat Indonesia era awal abad 20. Sehingga, tampak jelas kepiawaian Mbah Hasyim dalam merumuskan doktrin-doktrin ahlussunnah dari nash Al-Qur’an dan Al-Hadis yang pada akhirnya memunculkan bentuk sunni yang khas Indonesia.

Studi dalam buku ini, selain dapat memberikan referensi bagi usaha-usaha reaktualisasi ideologi, juga berguna menambah khazanah keilmuan tentang Sunni Partikular, yaitu ekspresiahlussunnah wal jamaah pada dimensi ruang dan waktu tertentu. Selain itu, buku ini merupakan wujud usaha aktualisasi sekaligus kontekstualisasi ahlussunnah wal jamaah yang bercorak inklusif, moderat dan fleksible dalam bersinggungan dengan kesejarahan umat. Walhasil, apresiasi yang besar layak diberikan kepada penulis, sebab isi buku ini menambah kekayaan tafsir tentang ahlussunnah di saat gempuran ideologi “kaca mata kuda”  Islam puritan yang cenderung eksklusif menguncang kedamaian dan kesantunan dalam beragama dan keberagamaan. Wallahu a’lam....